REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Hanta Yudha menegaskan bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami darurat demokrasi akibat makin menguatkan dinasti otokrasi dan dinasti plutokrasi.
"Bangsa kita alami darurat demokrasi politik. Demokrasi seolah-olah. Tapi kita masih punya peluang untuk diperbaiki asal para elitnya mau memperbaikinya," kata pengamat politik Hanta Yudha dalam diskusi Empat Pilar Negara di MPR RI Senayan, Jakarta, Senin.
Diskusi yang mengambil tema "Politik Dinasti Dalam Pemilu" menghadirkan nara sumber Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid, anggota komisi III Ahmad Yani dan pengamat politik Hanta Yudha.
Lebih lanjut Hanta menjelaskan demokrasi yang diselenggarakan Indonesia saat ini merupakan jalan tengah dari reformasi pada 15 tahun lalu.
Namun tambahnya demokrasi yang berjalan masih seolah-olah demokrasi padahal yang berkembang sesungguhnya justru dinasti otokrasi dan dinasti plutokrasi.
Menurut Hanta, selama ini ada fenomena dinasti otokrasi baik di dalam penyusunan calon legislator maupun pengurus parpol.
"Jalur kaderisasi dimulai dari kekerabatan. Ini semua berawal dari proses seleksi di parpol. Parpol jadi sulit dijadikan contoh demokrasi," kata Hanta.
Hanta menambahkan, yang terjadi di parpol sering hanya demokrasi seolah-olah yang merupakan demokrasi kamuflase.
Sementara Ahmad Yani mengatakan soal dinasti politik di Indonesia seolah-olah sudah menjadi keniscayaan. Dinasti politik tambahnya dipandang sudah biasa.
"Dalam hal Ini saya kira, Indonesia gagal," kata Yani.
Yani mencontohkan sebuah parpol di Indonesia, ayahnya sebagai ketua umum, sedangkan anaknya sekjennya. Atau ada parpol yang ditentukan oleh ibunya ketua umum, ayahnya dan putrinya.
"Ini soal kepantasan. Pertanyaannya ini pantas, patut atau tidak serta moral maupun nilai-nilai. Bangsa ini berjalan mundur dan bahkan berlari ke belakang," kata Yani.