REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksportir kopi meminta pemerintah berupaya untuk melakukan sertifikasi kopi Arabika di Sumatra Utara dan Aceh. Sertifikasi ini dipandang perlu untuk menjawab isu lingkungan, promosi sistem pertanian berkelanjutan, meningkatkan kesadaran kesehatan dan keamanan pangan.
"Kopi bersertifikasi itu unggul dan lebih mudah menjualnya karena sudah terpetakan dalam standar internasional," kata Ketua Kompartemen Produksi & Mutu Badan Pengurus Pusat (BPP) Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Sadarsah, Selasa (2/4).
Dengan mengantongi sertifikat, eksportir menilai nilai jual kopi bisa lebih tinggi. Konsumen pun mudah mengetahui proses pembuatan kopi idamannya, mulai dari di tingkat petani hingga sampai di cangkir miliknya. Selain itu, ada jaminan pembayaran dari pembeli dengan tepat waktu.
Ketua Kompartmen Industri dan Kopi Spesialiti, Pranoto Soenarto menyayangkan ketiadaan sertifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selama ini sertfikasi didapatkan dengan melibatkan organisasi mancanegara.
"Sebagai negara besar, kenapa kita tidak bisa melakukannya sendiri?," ujar Pranoto.
Lisensi yang diberikan negara lain dikatakan tidak jelas ukurannya. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) diminta melanjutkan rencana sertifikasi ini. Apalagi pada tahun 2015, kopi yang masuk pasar Eropa disyaratkan telah bersertifikasi.
Kementan mengakui penerapan sertifikasi tidak mudah karena berbasis usaha rakyat. Apalagi tidak seratus persen petani telah melakukan Good Agriculture Practice. Diperlukan pendampingan dan peran aktif para stake holder untuk mewujudkan rencana ini.