Rabu 10 Apr 2013 17:42 WIB

DPR: Harga BBM Bersubsidi di Tangan SBY

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
Arif Budimanta
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Arif Budimanta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki kewenangan penuh untuk mengambil kebijakan apapun terkait belanja subsidi BBM yang tertuang dalam APBN 2013. Kebijakan terkait pengendalian konsumsi hingga menaikkan harga BBM bersubsidi sepenuhnya berada di tangan SBY.

"DPR tak terlibat dalam pengambilan keputusan. Terserah kepada presiden mau ambil kebijakan apa," tutur Anggota Komisi XI DPR dari fraksi PDI PerjuanganArif Budimanta kepada Republika, Rabu (10/4).  

Hal tersebut lantaran UU Nomor 19/2012 secara jelas menyebut keputusan terkait belanja subsidi BBM bergantung pada pemerintah. Pada pasal 8 Ayat 10 UU 19/2012 tentang APBN 2013 berbunyi "Belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro, dan/atau perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara'.

Pada APBN 2013, pagu belanja subsidi energi mencapai Rp 274,7 triliun.  Rinciannya Rp 193,8 triliun untuk subsidi BBM dan Rp 80 triliun untuk subsidi listrik. Pada APBN-P 2012, realisasi belanja subsidi energi mencapai Rp 306,5 triliun atau melonjak dari pagu Rp 202,4 triliun.

Namun, lanjutnya, keputusan apa pun yang diambil oleh SBY harus dikomunikasikan kepada masyarakat. Entah itu mekanisme pengendalian konsumsi atau menaikkan harga BBM bersubsidi. 

Karena, kenaikan harga BBM tidak hanya berdampak kepada masyarakat miskin. Melainkan masyarakat secara keseluruhan. "Kebijakan yang diambil harus menyeluruh, tak bisa setengah-setengah."  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement