REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli yang dihadirkan JPU dalam sidang tindak pidana korupsi kasus penyalahgunaan frekuensi oleh Indosat-IM2, Kamis (11/4) menuai protes. Hal tersebut dilayangkan Kuasa Hukum mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto, Luhut MP Pangaribuan.
Luhut menyatakan, saksi ahli Dr.IR Asmiati Rasjid pernah menjadi pasien di rumah sakit jiwa sehingga tidak bisa disumpah keterangannya. Luhut menyatakan hal tersebut berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit Kesehatan Jiwa (RSK) Hurip Waluya, Karang Tineung, Bandung, Jawa Barat, pada 3-15 Februari 1997.
Asmiati sendiri dalam persidangan membenarkan dia pernah dirawat di Rumah Sakit tersebut. "Iya benar karena berawal dari konflik rumah tangga dengan mantan suami saya," kata Asmiati.
Tidak hanya itu, Asmiati juga dinilai tidak jujur dan memiliki konflik kepentingan karena masih menjadi pegawai salah satu operator di tanah air.
"Pertama dia tidak jujur, di BAP dia menyatakan sebagai dosen di STT telkom padahal sejak 2010 berdasarkan keterangan Yayasan Telkom yang menaungi sekolah tersebut, yang bersangkutan bukan lagi dosen," kata Luhut dalam keterangan persnya di Jakarta.
Meski sidang sempat diskors, majelis hakim tetap melanjutkan persidangan.
Luhut kemudian menjelaskan bahwa penegasan Asmijati yang mengatakan ISP (Internet Service Provider) tidak diperkenankan memakai jaringan bergerak tidak mendukung dakwaan.
"Saksi-saksi sebelumnya yang pernah dihadirkan selalu menjelaskan bahwa tidak ada tercatat frekuensi 2,1 Ghz sebagai aset IM2, jadi kalau di klaim IM2 memiliki frekuensi 2,1 Ghz harusnya tercatat, tetapi ini tidak," kata Luhut.
Dengan ini Luhut menyangsikan kapabilitas ahli Asmiati. Ia mengatakan Asmiati tidak memiliki background bahwa dia ahli dalam hal regulasi.
"Dia menjawab tadi bahwa ISP haruslah jaringan tetap, dasarnya apa? Dia bilang: itu menurut saya, artinya dia bukan ahli regulasi," demikian Luhut.