REPUBLIKA.CO.ID, Buku merupakan karya pikiran manusia dalam bentuk tulisan. Fungsinya sebagai gudang pengetahuan dan jendela keilmuan yang berisi cerita, informasi serta peristiwa. Sebuah pepatah mengatakan, 'Doctus Com Libro' yang berarti orang menjadi pandai karena buku.
Bahkan, suatu bangsa atau kaum, dikatakan memasuki zaman sejarah apabila dalam masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Betapa besar peran buku sebagai salah satu media perekam tulisan dalam mencerdaskan kehidupan manusia.
PBB melalui UNESCO menetapkan 23 April 1995 sebagai Hari Buku Sedunia dan Hak Cipta Sedunia. Tanggal tersebut merupakan simbol wafatnya penulis William Shakespeare, Miguel de Cervantes dan Inca Carcilaso de la Vega pada tahun 1616. Tanggal tersebut juga merupakan lahir dan wafatnya beberapa penulis seperti Maurice Druon, Josep Pla dan beberapa penulis terkenal lainnya.
Sebagai bentuk penghargaan, Hari Buku Sedunia terus dilangsungkan hingga saat ini. Baik di luar negeri maupun di Indonesia. Tentunya dengan tema-tema yang berbeda. Momen ini diharapkan dapat membangun budaya membaca dan menulis di Indonesia.
Di Indonesia misalnya, Museum Konperensi Asia Afrika (KAA) bekerja sama dengan LawangBuku mengadakan "Pameran Buku Langka KAA 2013" di perpustakaan Museum KAA pada tanggal 23-24 April 2013. Menurut Kepala Musem KAA, Thomas Siregar, kegiatan ini diharapkan dapat meyakinkan masyarakat akan pentingnya buku sebagai salah satu media perekam peristiwa.
"Diharapkan pula hingga usia KAA yang ke-58, kehadiran buku dapat menjaga dokumentasi api Semangat Dasasila Bandung,"katanya.
Thomas melanjutkan, buku-buku tersebut akan menjadi informasi primer kepada publik tentang bagaimana sejujurnya peristiwa terjadi. Dan, bagaimana pengaruh buku bagi sejarah pergerakan bangsa-bangsa di dunia.
Total buku-buku langka yang dipamerkan sejumlah 104 eksemplar. "Ditambah dengan dokumen-dokumen baik berupa majalah, surat kabar, buletin dan lainnya," ujarnya. Menurutnya, koleksi buku ini berasal dari perpustakaan Museum KAA yang menyimpan buku-buku sejarah, politik, sosial, dan budaya negara-negara Asia Afrika.
"Perpustakaan juga menyimpan dokumen-dokumen mengenai KAA, KTT Asia Afrika dan Braille Corner untuk penyandang tunanetra,"ujarnya.
Perpustakaan Museum KAA juga menjadi pusat penelitian. Menurut Thomas, hal ini karena sekitar 90 persen koleksi perpustakaan Museum KAA adalah buku-buku langka yang jadi rujukan ilmiah. Perpustakaan tak hanya menyimpan buku langka, tapi juga memproduksi buku-buku yang sudah tak beredar lagi.
"Museum punya buku cukup langka dan kita pertahankan. Buku tidak boleh dibawa pulang, tapi dapat di fotokopi,"ujarnya.
Sementara itu, bersamaan dengan Hari Buku Sedunia, Museum KAA meluncurkan buku 'Pasang Naik Kulit Berwarna'. Buku yang pernah dicetak tahun 1966 di Indonesia ini merupakan buku karya sejarawan asal Amerika yang mengupas perjuangan ras-ras di dunia pada awal 1920-an.
"Buku ini dicetak ulang pada 2013 agar diketahui oleh khalayak. Buku ini memerlihatkan pentingnya nasionalisme dan perjuangan yang tak pernah padam. Ini semangat KAA," ujarnya.
Diharapkan, setelah adanya pameran buku langka dan peluncuran buku ini, ia berharap tumbuh kesadaran masyarakat akan semangat Bandung masa silam. "Ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita," ujarnya.