REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil pertemuan antara Polda Metro Jaya dan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang menegaskan satuan pengamanan (satpam) tidak ikut berdemo pada, Rabu (1/5) mendatang mengundang reaksi dari Lembaga bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
LBH menilai Polda dan BUJP sudah melanggar UU No 21/ 2000 Tentang Serikat Buruh dan UU 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan ratifikasi berbagai Konvensi International Labor Organization (ILO).
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan LBH Jakarta, Muhamad Isnur menggugat pemerintah untuk taat konstitusi dan hukum. "Satpam juga buruh pekerja yang dilindungi oleh UU," kata Isnur, Rabu (23/4)
Isnur menjelaskan, dalam Undang-undang tersebut setiap buruh memiliki hak berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat dan melakukan mogok kerja. Dan Pemerintah juga sudah berjanji akan melindungi hak buruh ini.
Menurut Isnur, jika ada aturan yang menghalangi Satpam yang merupakan buruh/ pekerja pada satu perusahaan untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat, atau bahkan mogok, maka itu sudah melanggar berbagai ketentuan tersebut.
Tidak hanya itu, Pemerintah juga akan dipertanyakan di forum internasional karena melanggar janjinya sendiri. Isnur melanjutkan, selain itu Pemerintah pun melanggar Hak Konstitusi warga negara yang sudah dijamin dalam UUD 1945.
"Kita minta Kepolisian dan Juga badan hukum lainnya untuk taat konstitusi dan hukum," katanya
Isnur menegaskan, Pelanggaran Hak atas kebebasan berserikat atau menjalankan kegiatan dari serikat pekerja buruh seperti unjuk rasa, mogok akan diancam dengan Pidana paling singkat setahun dan paling lama lima tahun atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta. "Ini merupakan tindak pidana kejahatan," ujarnya.
Isnur mengatakan, siapapun dilarang untuk menghalangi atau memaksa pekerja buruh, menjalankan atau tidak menjalankan kegiatannya. Hal ini diatur dalam Pasal 28 juncto Pasal 43 UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.