REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri sejak 2005 hingga akhir Mei 2013 jumlah kepala daerah yang tersandung pidana korupsi tercatat 294 orang dan diperkirakan meningkat hingga 300 orang pada akhir tahun ini.
"Jumlah kepala daerah tersandung korupsi bisa tembus 300 orang sampai akhir tahun. Kita tentu tidak menghendaki hal demikian," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Istana Bung Hatta Bukittinggi, Sabtu.
Ia menjelaskan, dari jumlah yang ada itu, tercatat 12 kasus kepala daerah di Sumatera Barat atau sekitar lima persen.
Berdasarkan kajian dan penelitian yang dilakukan Kemendagri menunjukkan besarnya jumlah kepala daerah tersangkut tindak pidana korupsi ada korelasi dengan sistem pemilihan langsung.
Sebab, pemilihan langsung membuat kepala daerah membutuhkan biaya cukup besar yang harus dikeluarkan, sehingga ketika berkuasa terjebak atau tersesat dengan tindakan yang bertentangan aturan hukum.
Menurut Djohermansyah, tindak pidana korupsi dari hasil penelitian tak ada kaitannya dengan genetik, karakter dan pengawasan serta pembinaan dilakukan pemerintah.
Jika ada anggapan lemahnya pengawasan atau pembinaan dilakukan pemerintah dalam hal ini Kemendagri, tidak benar karena sudah berbagai upaya melakukan supaya kepala daerah dan aparatur pemerintahan tak terjebak kasus pidana korupsi.
"Pembinaan sudah habis-habisan dilakukan, maka dilakukan riset untuk melihat korelasi antara pemilihan langsung dengan kasus pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mencari alternatif solusi dan formulasi yang pas dalam perubahan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah yang nantinya akan dipresentasikan di DPR RI dalam waktu dekat.
Sementara Dirjen Otda ketika kunjungan ke Padang beberapa waktu lalu mengungkap keterkaitan revisi UU Pilkada.
Konsep yang ditawarkan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung. Sedangkan pemilihan bupati dan wali kota beserta wakilnya oleh DPRD.