REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) dikhawatirkan tidak akan efektif. Ini akan terjadi bila data calon penerimanya tidak diperbaiki.
"Jangan sampai kesalahan BLT kemarin diulangi, disepakati tapi tidak ada data. Mau dibagikan siapa BLT itu, akhirnya pertengkaran di level grassroot," kata Kepala Lembaga Demografi UI Sonny Harry B Harmadi di Jakarta, Sabtu (1/6).
Saat ini, menurut Sonny, pemerintah mengatakan dana BLSM akan diperuntukkan bagi 15 juta rumah tangga yang dianggap miskin. Bila diasumsikan satu keluarga terdiri dari tiga orang, maka jumlah rakyat miskin mencapai 45 juta jiwa. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan jumlah penduduk yang hidup di garis kemiskinan sebanyak 30 juta jiwa. Artinya, ada selisih yang cukup banyak jika data tersebut dipakai.
Selain itu, data terakhir hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) dari BPS 2011 menunjukkan 40 persen dari total penduduk Indonesia masuk kategori miskin. Menurut Sonny, asumsi jumlah penduduk miskin itu masih lebih tinggi dibanding alokasi BLSM yang disiapkan pemerintah.
Karenanya, pemerintah harus meninjau ulang jumlah penerima BLSM tersebut. Agar dana tersebut bisa diberikan tepat sasaran.
"Data PPLS cukup lengkap, ada nama dan alamat. Tetapi itu 2011, pergeseran penduduk miskin juga cukup besar hingga sekarang," ujarnya.