REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan pada Rabu (12/6) mempertimbangkan kemungkinan referendum atas rencana pembangunan ulang taman di Istanbul, yang memicu unjukrasa besar di negara tersebut. Pernyataan tersebut muncul pada hari ke-13 unjuk rasa di alun-alun Taksim, yang diikuti ribuan orang.
Unjuk rasa besar pada Rabu ditandai suasana relatif damai jika dibandingkan dengan hari sebelumnya, saat pengunjuk rasa bentrok dengan polisi antihuru-hara. "Kami mungkin akan menggelar referendum mengenai persoalan ini. Dalam demokrasi, hanya suara rakyat yang menentukan," kata juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Huseyin Celik setelah Erdogan bertemu dengan pemimpin demonstran.
"Kami berharap, setelah pertemuan ini orang-orang yang ikut dalam protes memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing," kata Celik, seperti dilansir dari AFP, Kamis (13/6).
Sejak 31 Mei lalu, polisi antihuru-hara bentrok dengan pengunjuk rasa, yang berusaha menyelamatkan pepohonan di taman Gezi. Tanaman tua itu rencananya akan ditebang untuk membangun replika barak militer pada masa kekaisaran Ottoman. Penanganan yang keras dari pihak kepolisian terhadap pengunjuk rasa memicu kemarahan warga terhadap Erdogan. Perdana menteri yang menduduki jabatannya sejak 2002 itu kini dinilai semakin otoriter.
Erdogan juga harus menghadapi kritikan tajam dari negara-negara lain atas metode penanganan terhadap krisis tersebut. Sampai saat ini, empat demonstran meninggal dunia dan hampir 5.000 terluka. Sementara itu wakil dari demonstran yang bertemu dengan Erdogan menolak untuk berkomentar mengenai usulan referendum.