REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih menanti sikap resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) soal nasib menteri mereka di kabinet dan kontrak koalisi. PKS menyerahkan pilihan nasib mereka kepada SBY.
"Kita tunggu nanti pernyataan resmi bagaimana sikap presiden. Menteri pembantu presiden," kata Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (20/6). Hakim membantah PKS telah melakukan rapat internal terkait berbagai kemungkinan yang mereka terima pasca memutuskan menolak kenaikan harga BBM.
Menurutnya rapat di kantor DPP PKS tadi malam hanya menyangkut soal langkah-langkah yang akan diambil PKS bila terjadi kenaikan harga. "Briefing informasi terkait sikap PKS. Kami (fraksi dan anggotanya) diminta mengadvokasi kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi," ujar Hakim.
Pernyataan Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, yang menyebut PKS sudah keluar koalisi dianggap Hakim bukan pernyataan resmi. Menurutnya pernyataan resmi soal koalisi hanya bisa dikeluarkan oleh SBY selaku pimpinan koalisi maupun PKS sebagai anggota koalisi. "Saya katakan resmi itu kedua belah pihak. Baik presiden maupun PKS," katanya.
Hakim menyatakan sampai saat ini baik SBY maupun PKS belum mengeluarkan pernyataan resmi putus kontrak koalisi. Menurutnya pernyataan Julian akan ditanggapi PKS bila ada surat resmi yang dikeluarkan presiden. "Kedua belah pihak belum menyatakan secara resmi mereka bercerai," ujarnya.