REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak mengalami penurunan paling tajam dalam tujuh bulan pada Kamis (20/6) waktu setempat. Penurunan ini didorong oleh isyarat pengurangan stimulus Federal Reserve.
Selain itu, melemahnya data manufaktur Cina menjadi faktor penurunan harga minyak. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, ditutup pada 95,40 dolar AS per barel, atau jatuh 2,84 dolar AS dari Rabu, lapor AFP.
Penurunan 2,9 persen adalah yang terbesar sejak 7 November, menjelang pemilihan presiden AS. Di perdagangan London, patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus juga merosot paling besar sejak 7 November, sebanyak 3,97 dolar AS menjadi 102,15 dolar AS per barel.
Pasar minyak bergabung dengan aksi jual pasar saham dan emas global dalam menanggapi komentar Ketua Fed Ben Bernanke bahwa Fed bisa mulai mengurangi pembelian obligasi 85 miliar dolar AS per bulan jika perekonomian terus membaik.
"Kami mengalami pertumpahan darah di sini," kata Matt Smith dari Schneider Electric. Smith mengatakan, pasar mencerna berita Fed ketika terkena pukulan lain. Data awal HSBC menunjukkan kontraksi lain dalam aktivitas manufaktur Cina, merosot pada Juni ke tingkat terendah sembilan bulan.
Angka manufaktur buruk keluar dari Cina yang merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi global "Benar-benar melumuri lantai untuk kemerosotan lebih rendah," katanya."Semuanya dijual. Itu hanya salah satu dari hari-hari penghindaran risiko,"tambahnya.
Penurunan harga minyak menghapus keuntungan pekan lalu yang dipicu oleh kekhawatiran perang sipil Suriah bisa meningkat dan mendorong Timur Tengah yang kaya minyak mentah ke dalam konflik yang lebih luas.
"Kekhawatiran tentang Suriah masih ada, tetapi pada saat orang-orang menjual dan lebih memilih untuk mempertahankan uang tunai mereka," Kelly Teoh, ahli strategi pasar di IG Markets di Singapura.