Jumat 21 Jun 2013 17:13 WIB

WHO: Satu dari Tiga Perempuan Korban Kekerasan Domestik

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Djibril Muhammad
Ilustrasi KDRT
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi KDRT

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Satu dari tiga perempuan di seluruh dunia adalah korban kekerasan domestik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kekerasan paling banyak terjadi di Asia dan Timur Tengah.

Dilansir dari AFP, Jumat (21/6), WHO mengumumkan data global yang diperoleh dari penelitian sistematis pertama mengenai prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan dampaknya pada kesehatan. Organisasi PBB ini mengatakan 30 persen perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan pasangan mereka sendiri.

"Angka tersebut sangat mengejutkan bagi saya. Mengejutkan juga karena fenomena ini ada di seluruh dunia," ujar Kepala Divisi Kesehatan Keluarga, Perempuan dan Anak-Anak WHO Flavia Bustreo.

Banyaknya jumlah perempuan yang mengalami kekerasan menurut WHO disebabkan nilai sosial di masyarakat yang membuat perempuan enggan melapor dan kegagalan sistem kesehatan dan hukum. Belum lagi adanya norma yang menganggap lumrah bagi perempuan mengalami kekerasan.

Penelitian dilakukan di 81 negara untuk mengumpulkan data dan tidak dilakukan di negara tertentu. Tingkat kekerasan domestik tertinggi terjadi di Asia. Data dari Bangladesh, Timor Timur,  India, Myanmar, Sri Lanka dan Thailand menunjukkan 37,7 persen perempuan mengalaminya.

Selanjutnya adalah Timur Tengah dimana prevalensinya rata-rata 37 persen. Diikuti Sub-Sahara Afrika dengan 36,6 persen. Rata-rata 23,2 persen dialami di negara-negara berpenghasilan tinggi, termasuk Amerika Utara, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.

"Data ini sungguh menunjukkan kekerasan luar biasa berdampak pada kesehatan perempuan," kata peneliti WHO di bidang gender, hak-hak reproduksi, kesehatan seksual dan remaja Claudia Garcia-Moren.

Menggarisbawahi dampak kekerasan tersebut, WHO mengatakan 38 korban pembunuhan perempuan dibunuh pasangan mereka. Lebih lanjut, kekerasan juga menimbulkan trauma panjang, bahkan setelah luka memar dan tulang yang patah sembuh.

Perempuan yang bersama pasangannya yang sering melakukan kekerasan dua kali berisiko mengalami depresi dan mempunyai masalah alkohol dibandingkan dengan perempuan yang tidak mengalaminya. Korban kekerasan juga cenderung mengalami penyakit seksual, seperti sifilis dan HIV.

Penelitian juga menemukan, perempuan korban kekerasan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi atau bayi dengan berat badan kurang dan anak-anak mereka lebih mungkin menjadi pelaku atau korban ketika dewasa.

sumber : AFP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement