REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI Arwani Thomafi, mengatakan pembahasan perihal GBHN telah mengerucut pada dua opsi. Pertama, dalam bentuk TAP MPR RI, kedua dalam bentuk undang-undang.
Namun, ia memastikan bahwa GBHN kali ini berbeda dengan yang ada pada Orde Baru. Sehingga, hal tersebut dapat menjadi pemandu bangsa dalam pembangunan nasional.
"Haluan Negara ini akan menjadi landasan arah pembangunan negara dalam jangka panjang, sehingga pembangunan nasional dapat berjalan konsisten," ujar Arwani.
Ia juga mengatakan, fraksi dan kelompok di MPR terbagi ke dalam dua kubu untuk menghidupkan kembali GBHN. Empat fraksi mengusulkan agar haluan negara dihidupkan melalui amandemen UUD RI 1945.
Sementara enam fraksi lainnya mengusulkan haluan negara dihidupkan melalui pembentukan undang-undang.
"Amandemen konstitusi itu mekanismenya rumit dan tidak bisa dijamin, dalam prosesnya tidak ada usulan amandemen pasal-pasal lainnya. Kalau saya menyebutnya, amandemen konstitusi itu masih jauh," ujar Arwani.
Sementara itu, menurut anggota DPD terpilih, Fadel Muhammad, arah pembangunan negara cukup dengan menguatkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"GBHN sudah dibahas di MPR RI selama lima tahun tapi belum selesai juga. Karena itu, pada revisi UU RPJPN bisa sekaligus dibuat aturan dan fokus untuk jangka panjang," ujar Fadel di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/9).
Dalam sebuah diskusi yang mengangkat tema 'Haluan Negara sebagai pedoman Pembangunan', Fadel menjelaskan pembangunan nasional akan menjadi fokus jika Pemerintah Pusat fokus menjalankan RPJPN.
Selain itu, daerah-daerah di Indonesia akan berkembang jika pemimpin daerahnya memiliki visi jangka panjang. Sehingga, GBHN sesungguhnya tak diperlukan jika semua itu dapat diterapkan dengan baik. Serta, jika kebijakan pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan pusat.
"Kepala daerah harus fokus membangun daerah untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat," ujar Fadel.