Selasa 16 Jul 2013 09:47 WIB

Pemerintah Tak Pernah Serius Urus Cagar Budaya

Rep: Neni Ridarineni/ Red: A.Syalaby Ichsan
Salah satu kawasan cagar budaya, Goa Jepang, Pundong, Bantul, DIY.
Foto: purbakalayogya.com
Salah satu kawasan cagar budaya, Goa Jepang, Pundong, Bantul, DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Di Yogyakarta sudah lama   marak penjualan bangunan lama yang termasuk kategori cagar budaya. Sementara sampai saat ini Peraturan Pemerintah tentang Cagar Budaya belum ada.

''Apabila pembeli bangunan cagar budaya tidak punya passion untuk melestarikan cagar budaya, maka pembeli akan menghancurkan bukti-bukti sejarah dan budaya tersebut,''kata Kordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Joe Marbun pada Republika.

Dia memberi contoh bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya di kota Yogyakarta, kemudian dihancurkan yakni, Bale Mardiwuto dan SMA 17 .

Dia mengungkapkan, ada beberapa bangunan yang masuk kategori cagar budaya, tetapi belum ditetapkan sebagai cagar budaya sudah dihancurkan terlebih dahulu, misalnya,  Hotel Pop yang di utara perempatan tugu.

Di samping itu, masih kata Joe,  bangunan-bangunan tua di kawasan cagar budaya misal yang di Malioboro saat ini juga terancam dihancurkan seperti bangunan di depan  Bioskop Indra dan  rumah makan Cirebon di yang sudah dibongkar.

''Hal ini karena pemerintahnya tidak pro aktif untuk mendata dan menginventarisasi,''ujarnya. Lebih lanjut, Joe mengatakan, penjualan terkait cagar budaya sangat dimungkinkan oleh Undang-Undang tentang Cagar Budaya No. 11  Tahun 2010.

Akan tetapi,  penjualan cagar budaya didahulukan kepada pemerintah, baru kepada swasta. ''Tapi permasalahannya pemerintah memang tidak pernah serius mengurusi cagar budaya. Karena sampai hari ini Pengaturan lebih lanjut dari UU No. 11 Tahun 2010 yang berupa Peraturan Pemrintah (PP) belum ada,''ungkap dia.

Dampak maraknya penjualan cagar budaya kepada swasta, ujarnya, tentu ada. Terlebih, jika pembelian itu dilakukan oleh orang yang tidak punya hasrat melestarikan cagar budaya.

Kedua, ketika orang yang membeli bangunan cagar budaya dan mempunyai tujuan di luar pelestarian yang kemudian menghancurkan bukti-bukti sejarah dan budaya tersebut.

''Nah, kalau tidak ada pengaturannya yang jelas, maka ini yang dimanfaatkan oleh para pengusaha yang suka menghancurkan cagar budaya untuk kemudian dihancurkan. Artinya, begitu bangunan dibeli, langsung dihancurkan dan dibuat bangunan baru,''kata Joe.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement