REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa (UE), kemarin, tetap pada pendiriannya terkait pedoman UE yang melarang hubungan dengan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Menurut UE, pedoman itu tidak mendahului upaya dialog perdamaian di kedua negara yang bersengketa.
"Itu sama sekali bukan mendahului upaya perundingan perdamaian Israel dengan Palestina," kata kepala urusan luar negeri Eropa Bersatu Catherine Ashton. "Sejak dulu, sikap Uni Eropa adalah mengakui perubahan perbatasan (Israel-Palestina) setelah disetujui kedua pihak dalam pembicaraan perdamaian dua-negara."
Pernyataan itu muncul sesudah Israel memanggil diplomat Inggris, Prancis, dan Jerman untuk memrotes pedoman itu. Israel menyatakan pihaknya terkena dampak cukup parah atas penerapan aturan UE yang dikeluarkan pada Jumat (19/7).
Ketentuan itu menegaskan pelarangan negara anggota Uni Eropa untuk mendanai atau berurusan dengan kelompok di wilayah yang diduduki negara Yahudi tersebut setelah Perang Enam Hari pada 1967.
"Uni Eropa tidak mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem timur dan tidak menganggapnya bagian dari wilayah Israel, terlepas dari kedudukan hukumnya di bawah aturan dalam negeri," kata mukadimah pedoman Uni Eropa itu.
Ashton menyatakan, naskah tersebut menegaskan sikap lama mereka bahwa perjanjian antara UE dengan Israel tidak mencakup wilayah di bawah pemerintahan Israel pada Juni 1967. Ia menegaskan bahwa pernyataannya itu dimaksudkan untuk memperjelas sikap Uni Eropa menjelang perundingan kesepakatan dengan Israel pada 2014.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Menlu AS, John Kerry, soal ini. UE disebutkannya merusak upaya perundingan Palestina-Israel. Menanggapi hal ini, menurut AFP, Ashton menyatakan, niat Uni Eropa adalah memberi sumbangan yang memadai untuk untuk perundingan sehingga bisa mendorong dihasilkannya perdamaian di kawasan.