REPUBLIKA.CO.ID,
Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia.
Gaya mengaji di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi diterapkan para cendekiawan Muslim Indonesia dalam menggelar majelis saat pulang kembali ke Tanah Air.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia mengatakan, informasi tentang asal-usul lembaga pesantren sangat sedikit, bahkan tidak diketahui kapan lembaga tersebut mula-mua didirikan.
Terdapat pendapat bahwa pesantren merupakan kelanjutan dari lembaga serupa yang pernah ada pada masa pra Islam. Menurut Sugarda Purbakawaca, pesantren lebih mirip lembaga pendidikan Hindu ketimbang lembaga pendidikan Arab.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sutejo Brodjonegara yang menyatakan bahwa sistem pendidikan pesantren aslinya bukan berasal dari Arab, tetapi Hindu.
"Pendapat-pendapat tersebut bersifat spekulatif yang mungkin ada benarnya karena terdapat indikasi bahwa tempat-tempat pertapaan pra Islam tetap bertahan beberapa waktu setelah Jawa diislamkan. Bahkan, tempat pertapaan yang baru terus didirikan. Namun, tidak jelas apakah semua itu merupakan lembaga pendidikan tempat pengajaran agama Islam berlangsung," tulis Marwati dan Nugroho.
Dari survei Belanda pertama mengenai pendidikan pribumi yang diadakan pada 1819 disebutkan, pesantren yang sebenarnya pada waktu itu belum ada di seluruh Jawa.
Lembaga-lembaga pendidikan yang mirip pesantren dilaporkan terdapat di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu, Surabaya, Madiun, dan Ponorogo.
Di daerah lain tidak terdapat pendidikan resmi sama sekali, kecuali pendidikan informal yang diberikan di rumah-rumah pribadi dan masjid.
Adapun pesantren tertua yang dapat diketahui tahun berdirinya adalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo, Jawa Timur.
Pesantren ini didirikan oleh Sultan Paku Buwono II pada 1742 sebagai tanda terima kasih kepada Kyai Hasan Besari. Paku Buwono II juga membangun masjid dan asrama untuk santri.