Selasa 06 Aug 2013 14:46 WIB

Pesantren Akar Pendidikan Islam (Bagian-3, habis)

Rep: afriza hanifa/ Red: Damanhuri Zuhri
Pendidikan di pondok pesantren (ponpes)
Foto: Damanhuri/Republika
Pendidikan di pondok pesantren (ponpes)

REPUBLIKA.CO.ID,

Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia.

Menurut Abdurrahman Mas'ud dalam Intelektual Pesantren-Perhelatan Agama dan Tradisi, asal usul pesantren berkaitan dengan kehadiran Walisongo di abad 15-16 Masehi di Pulau Jawa.

Menurutnya, para Walisongo memadukan aspek agama dan sekuler untuk mengajarkan Islam di tengah masyarakat. Maka, dihasilkan sebuah lembaga pendidikan yang unik. Dari gaya pengajaran Walisongo, ponpes yang tumbuh pun terus mengacu pada gaya Walisongo.

 

Menengahi beragam pendapat, Haedari Amin dalam Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global menuturkan, perbedaan pendapat tidaklah membenarkan salah satunya.

Beragam pendapat, kata Amin, memiliki sisi kebenaran. "Kedua pendapat ini saling mengisi dan pesantren memang tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur Hindu yang sudah lebih awal ada di Indonesia dan unsur-unsur Islam Timur Tengah di mana Islam berasal," tuturnya.

 

Terlepas dari asal-usul pesantren yang beragam, Amin mengatakan, pesantren menjadi akar dalam pendidikan Islam di Indonesia. Pasalnya, pesantren dianggap sebagai metode pendidikan kelahiran Indonesia.

Dalam perkembangannya, lahirlah madrasah dan sekolah Islam. "Berbicara mengenai akar sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Karena Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia," tuturnya.

Pengajaran di pesantren hampir seluruhnya dilakukan dengan pembacaan kitab. Terdapat dua metode yang selalu digunakan ponpes, yakni sorogan dan bandingan atau weton.

Metode sorogan yakni santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai membacakan pelajaran berbahasa Arab kalimat demi kalimat kemudian menerjemahkannya dan menerangkan maksudnya.

Adapun metode bandongan yakni metode kuliah. Dalam metode ini, para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran secara kuliah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement