Kamis 15 Aug 2013 13:18 WIB

ICW: Peluang Penyimpangan di SKK Migas Besar

Rep: Dyah Ratna Meta Novia / Red: Citra Listya Rini
Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, peluang terjadinya penyimpangan di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sangat besar. 

"Ini terjadi karena SKK Migas memiliki kewenangan yakni bisa berhubungan langsung dengan para trader," katanya di Jakarta, Kamis (15/8).

Sebenarnya, ujar Firdaus, uang suap yang diterima Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini  untuk konteks migas tergolong kecil dibandingkan potensi kerugian dari penyimpangan-penyimpangan lain yang mungkin banyak belum terungkap. Perputaran uang di migas itu mencapai Rp 700 triliun per tahun termasuk pengadaan barang dan jasa.

SKK Migas, terang Firdaus, harus dievaluasi secara total dan menyeluruh. Pun, SKK Migas harus diaudit secara utuh termasuk, kegiatan trading minyak agar ditemukan penyimpangan-penyimpangan lain yang berpotensi merugikan negara. 

Terkait Rudi yang tidak mengaku korupsi, namun hanya menerima gratifikasi, Firdaus mengatakan, banyak pejabat negara yang tidak paham bahwa gratifikasi merupakan bagian dari korupsi. 

"Maka sebaiknya semua pejabat negara belajar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi agar paham bentuk-bentuk korupsi yang ada," ujarnya.

Menurut Firdaus, tidak semua orang pintar seperti akademisi mampu menjadi birokrat. Tantangan dalam dunia birokrasi itu berat.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement