REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pembatasan atribut kampanye pada pemilu 2014 ditentang oleh banyak pihak. Pembatasan tersebut hanya memperbolehkan setiap caleg menempatkan satu unit spanduk berukuran maksimal 1,5 x 7 meter. Sedangkan billboard, baliho, dan banner hanya diperbolehkan dipasang oleh parpol.
Hal itu ditujukan agar ruang publik tidak diambil alih oleh ratusan atribut kampanye caleg menjelang pemungutan suara.
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Taufiq Hidayat, menilai aturan KPU seolah menjadikan pemilu ibarat kontes Adipura.
Taufiq yang juga kembali maju sebagai caleg dari daerah pemilihan Jatim IV itu memahami langkah KPU untuk menata pemasangan alat peraga. Sehingga tidak merusak lingkungan dan mengganggu pemandangan di ruang publik. Tetapi, menurutnya pembatasan jenis alat peraga hanya sebatas spanduk. Pembatasan kuota spanduk yang bisa dipasang dinilainya juga berlebihan.
Pasalnya, lanjut Taufiq, kampanye melalui baliho, billboard, dan spanduk merupakan alternatif yang cukup efektif. Selain lebih murah, sosialisasi profil dan visi misi caleg juga lebih tersampaikan melalui pemasangan atribut tersebut.
Dibandingkan dengan kampanye menemui masyarakat langsung ke lapangan, yang ironisnya memicu politik uang.
"Mau dengan cara bagaimana lagi caleg berkomunikasi?. Ini membatasi ruang politik, pemilu bukan untuk kontes Adipura," ujar dia.
Ketua KPU, Husni Kamil Malik, mengatakan, akan menyosialisasikan aturan tersebut selama satu bulan sejak diundangkan.
Diperkirakan, pekan ini revisi PKPU 1/2013 sudah diundangkan di kementerian Hukum dan HAM. Terhitung sejak dinomorkan, caleg harus segera menyesuaikan kampanye dengan aturan tersebut. Sosialisasi diperlukan lantaran kampanye caleg sudah dimulai sejak 25 Agustus 2013 lalu.