REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir sepuluh tahun Pekerja Rumah Tangga (PRT) memperjuangkan haknya untuk mendapatkan perlindungan secara undang-undang di DPR.
RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) telah diajukan ke DPR sejak 2004 silam. Namun hingga mendekati akhir Periode DPR dan dua kali Presiden SBY menjabat ternyata masih belum jelas bagaimana nasibnya.
Nasib jutaan Pekerja Rumah Tangga yang bekerja dalam situasi tidak layak dan hidup dalam garis kemiskinan terus menunggu RUU PPRT tersebut. Kapankah mereka mendapatkan payung hukum setelah sekian banyak kasus penganiayaan yang menimpa rekan-rekan mereka.
Pekerja rumah tangga secara normatif sama dengan pekerja-pekerja lainnya. Mereka berhak mendapatkan upah yang layak, jaminan kesehatan, dan berbagai hak yang selayaknya diterima seorang pekerja pada umumnya.
Sebagai upaya untuk menggolkan RUU PPRT, berbagai ormas yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan PRT dan Buruh Migran yang terdiri dari (JALA PRT, KSPI, KSPS1, KSBSI, IAR1 PPTKJLN) menggelar aksi Pengiriman Paket Serbet Pel RUU PPRT kepada Pimpinan DPR.
Serbet Pel RUU PPRT tersebut ditujukan kepada Pimpinan dan Anggota Baleg DPR, Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR, Presiden, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Aktivis JALA PRT, Lita Anggraini mengatakan, pengiriman Paket Serbet Pel kepada DPR dan Pemerintah itu dilatarbelakangi sikap keprihatinan dan protes atas sensitivitas, kesungguhan, komitmen, dan itikad baik political will dari DPR sebagai wakil Rakyat dari Pemenntah dalam mewujudkan RUU PPRT.
Pada 2004 silam RUU PPRT diajukan dan telah masuk dalam Prolegnas DPR RI. Namun RUU tersebut barumenjadi RUU Prioritas Prolegnas DPR 2010 setelah berbagai desakan masyarakat sipil dan serikat buruh/pekerja.
DPR menjanjikan RUU tersebut masuk menjadi Prioritas Prolegnas 2011, Prioritas Prolegnas 2012, dan terakhir Prioritas Prolegnas 2013.
"Perjalanan yang tidak mudah untuk RUU ini karena selalu ada upaya dari anggota DPR untuk menghentikannya," kata Lita menjelaskan.
Demikian pula Komisi IX DPR sudah menunjukkan langkah dengan melakukan pembahasan RUU P PRT sepanjang 2012 dan 2013, termasuk melakukan Kunjungan Kerja untuk Studi Banding RUU PPRT ke Afrika Selatan dan Argentina pada tanggai 27-31 Agustus 2012, dan Uji Publik ke Daerah pada tanggal 27-28 Februari 2013.
Kemudian Komisi IX DPR pada tanggai 25 Maret 2013 melakukan finalisasi RUU PPRT untuk diserahkan ke Baleg DPR untuk diharmonisasi.
Pada 2 April 2013 Komisi IX DPR RI melalui Surat Resmi No. 87/Kom IX/DPR RI/IV/2013 tertanggal 2 April 2013 menyerahkan RUU PPRT ke Baleg DPR RI untuk diharmonisasi.
Baleg dan Komisi IX DPR mengadakan Rapat Pembahasan RUU PPRT pada tanggai 5 juni 2011 dan menyepakati untuk melakukah pembahasan sinkronisasi antara Baleg dengan Komisi IX pada 17 Juni 2013.
Namun hingga Masa Sidang ke-4 DPR berakhir pada tanggai 12 juli 2013 dan masuk dalam Masa Sidang ke-1 DPR sejak 16 Agustus 2013 hingga 3 September, ternyata belum terjadi pembahasan sekalipun Sementara Sisa Waktu Sidang DPP Periode 2009 s.d 2014 dan akan berakhir Juli 2014.
"Jika DPR sungguh-sungguh memiliki komitmen, itikad baik, seharusnya Baleg DPR dan Komisi IX DPP sudah jelas membahas, melakukan sinkronisasi, dan DPR memutuskan segera RUU PPRT sebagai RUU Inisaitif DPR dan dibahas bersama dengan Pemerintah untuk sebelum Tahun 2014disahkan sebagai Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga," beber Lita
Dunia sudah mengakui PRT sebagai pekerja yang memiliki hak-haknya melalui Konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja tayak PRT Dalam Sesi ke-100 Sidang Perburuhan Internasional 14 Juni 2011.
Presiden SBY bahkan menyatakan komitmennya untuk mewujudkan peraturan perundangan Perlindungan PRT dalam negeri dan meratifikasi Konvensi ini.
Namun Lita menyayangkan, hingga September 2013, tidak ada langkah apapun dari Pemerintah untuk mewujudkan UU Perlindungan PRT dan Ratifikasi KILO 189 tersebut.