REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Ina Primiana menilai, harus ada perbaikan dari sisi suplai untuk mengatasi inflasi, defisit neraca perdagangan, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Ina menyebutkan, pemicu krisis nilai tukar rupiah karena meningkatnya kebutuhan valuta asing akibat ditariknya dana-dana asing di pasar modal, jatuh temponya pembayaran utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta, dan pembelian barang impor,
Kemudian, pemicu tingginya inflasi menurut Ina karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang memicu kenaikan harga, hari raya Idul Fitri, tahun ajaran baru, tidak dimilikinya manajemen persediaan (perencanaan dan pengawasan) untuk komoditas-komoditas pangan, dan kenaikan harga pangan dunia.
Sementara itu, kata Ina, pemicu defisit neraca perdagangan disebabkan kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya domestik yang memiliki nilai tambah yang berpotensi menarik devisa lebih besar.
Tidak hanya itu, impor terus dibiarkan akibat terus menurunnya produksi atau kapasitas di dalam negeri karena tidak adanya perencanaan jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Selain itu menjamurnya hipermarket atau mal yang menjual barang impor dan perjanjian perdagangan internasional (FTA) tanpa memperhatikan kekuatan domestik,” ucapnya, Jumat (6/9) di Jakarta.
Dia khawatir, jika kondisi tersebut tidak segera diatasi memberi dampak diantaranya menurunnya daya beli dan kemiskinan meningkat. Tidak hanya itu, industri mengalami kebangkrutan dan membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat. Selanjutnya, produsen pun bakal menjadi pedagang, katanya,