TASMANIA -- Kepala Pengadilan Magistrasi (pelanggaran hukum ringan) Tasmania mendesak otoritas di negara bagiannya untuk mengubah cara pendekatan hukum terhadap pengemudi yang kedapatan mabuk. Desakan ini disampaikan menyusul penerapan kebijakan Sistem Perangkat Deteksi Alkohol.
Kepolisian Tasmania mengklaim setiap tahun adal lebih dari 3000 penduduk Tasmania yang kedapatan mengemudi dalam keadaan mabuk dan sekitar 110 pelaku yang berkali-kali melakukan pelanggaran tersebut telah dipenjarakan.
Kepala Pengadilam Magistrasi, Michael Hill mengkhawatirkan penerapan sanksi hukum sebagai tindakan yang sudah tidak cocok lagi diterapkan.
"Perilaku itu tampaknya tidak mampu lagi diubah dengan cara hanya memenjarakan mereka," kritiknya.
"Ini bukan pertanyaan perlunya dilakukan perubahan, tapi ini juga pertanyaan mengenai apa yang bisa kita lakukan secara lebih baik.
"Mungkin pemerintah perlu memperkenalkan program perubahan perilaku dalam masa penahanan diluar penjara semacam itu."
Pemerintah negara bagian mengatakan Mahkamah Magistrasi memiliki beberapa opsi sanksi hukum yang bisa diberikan dalam kasus seperti ini.
Institut Studi Penegakan Hukum Tasmania yang menjadi tuan rumah konferensi di Hobart dimana banyak pakar dari seluruh Australia dan Selandia Baru menyepakati pendekatan bersifat terapi merupakan kunci utama yang bisa memastikan pengemudi mabuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Gerald Waters, peneliti dari Selandia Baru mengatakan perubahan pola sanksi hukum itu diperlukan.
"Di Amerika, pendekatan terapi tidak cuma diberikan kepada pelaku pelanggar aturannya saja, tapi juga kepada keluarganya, serta anggota masyarakat ditempat mereka bekerja," katanya.
"Banyak orang yang diadili karena kasus pelanggaran alkohol dan obat-obatan di pengadilan Amerika dan kemudian diperintahkan mengikuti program terapi seperti itu dan kembali ke masyarakatnya dan kemudian berperilaku baik.
Resiko kambuh tanpa konseling
Perdebatan mencuat karena kekhawatiran atas Program Deteksi Alkohol yang diperkenalkan pemerintah negara bagian Tasmania.
Kebijakan itu memandatkan pelaku pelanggaran mengemudi ketika mabuk dihukum berat mulai Juli lalu. Kebijakan ini juga memberlakukan mekanisme Alkohol interlock atau tes nafas yang harus dilakukan oleh pengemudi kendaraan yang terdeteksi mengemudi dalam keadaan mabuk.
Pekerja sosial Jann Smith ingin agar program ini dijalankan selaras dengan konseling alkohol.
"Banyak bukti menunjukan ketika seseorang telah selesai melaksanakan sanksi hukumnya, perilaku mereka yang memicu tindakanya mengemudi dalam keadaan mabuk itu tidak serta berubah, sehingga banyak yang kambuh lagi dan kembali ke pola perilaku lamanya,” jelasanya.
"Tapi kita tahu terapi memang memberi perubahan besar, karenanya masih terapkan sistem ini dan mari kita bangun kebijakan berdasarkan sistem ini.” tambahnya lagi.