Rabu 02 Oct 2013 17:09 WIB

Pertamina Bantah Penggelembungan Klaim Subsidi BBM

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
BBM Bersubsidi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
BBM Bersubsidi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) membantah dugaan adanya penggelembungan klaim subsidi BBM yang dijalankan perusahaan. Selisih perhitungan semata-mata terjadi karena perbedaan cara pandang mengenai titik serah BBM bersubsidi.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, volume BBM bersubsidi telah diverifikasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi serta Kementerian Keuangan. Verifikasi tersebut menjamin bahwa klaim subsidi BBM yang diajukan Pertamina kepada pemerintah sesuai dengan realisasi penyaluran.

Penyebab terjadinya selisih perhitungan antara volume versi Pertamina dan versi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terletak pada cara memandang stok BBM bersubsidi yang berada di SPBU pada saat tutup tahun. Pertamina menganggap titik serah BBM bersubsidi adalah ketika keluar dari depot BBM. Klaim didasarkan pada besaran volume yang keluar dari depot BBM Pertamina. Maka, stok di SPBU pada tutup tahun dapat diklaim sebagai subsidi.

BPK berpandangan, stok BBM di SPBU belum dapat dianggap sebagai subsidi selama belum tersalur kepada konsumen. Dengan demikian, BPK menilai stok BBM tersebut baru dapat diklaim pada tahun berikutnya di mana BBM akan benar-benar telah tersalur kepada masyarakat.

"Untuk perbedaan cara pandang ini Pertamina telah menyampaikan klarifikasi kepada BPK dan hampir seluruh klaim subsidi BBM Pertamina telah dicairkan. Untuk sebagian kecil dari klaim subsidi yang masih tertunda pembayarannya, Pertamina telah menyampaikan tindak lanjut sesuai rekomendasi dan masih menunggu tanggapan BPK. "Kami mengharapkan hal ini dapat segera menjadi jelas  untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran informasi kepada masyarakat," tutur Ali, Rabu (2/10).

Sesuai dengan berita acara tindak lanjut pemeriksaan antara Pertamina dan BPK, Pertamina telah melakukan berbagai tindak lanjut seperti kelebihan kuota penyaluran kepada PT Kereta Api Indonesia, rumah sakit, nelayan, sehingga BPK telah memutuskan hal-hal tersebut telah selesai. Selain itu, Pertamina juga memberikan sanksi-sanksi secara tegas dan juga termasuk menagih kekurangan bayar kepada lembaga-lembaga penyalur yang terbukti menyalurkan BBM bersubsidi di luar ketentuan yang berlaku.

Dalam penyaluran BBM dan gas elpiji bersubsidi, Pertamina terlebih dahulu menalangi seluruh pengadaannya. Kemudian mengajukan klaim kepada pemerintah sesuai volume yang telah disalurkan. Volume tersebut kemudian diverifikasi oleh BPH Migas dan Kementerian Keuangan sebagai dasar untuk pembayaran 95 persen dari total volume yang ditagihkan secara bulanan.

Sisa tagihan akan dibayarkan setelah dilakukan audit oleh BPK. Sampai  27 September 2013, realisasi penyaluran BBM subsidi dan LPG 3 kg total piutang Pertamina ke Pemerintah mencapai Rp 39,73 Triliun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement