Kamis 03 Oct 2013 23:50 WIB

49 Persen Caleg DPR Bukan Kader Parpol

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Anggota Dewan mengikuti sidang paripurna DPR
Foto: REPUBLIKA/Tahta Aidila
Anggota Dewan mengikuti sidang paripurna DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil kajian Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menunjukkan, 49 persen atau 3.212 orang dari 6.607 total caleg DPR merupakan non-kader partai politik. Hanya 2.202 caleg yang tercatat sebagai kader parpol, sedangkan 1.193 caleg tidak jelas keberadaannya.

Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, fenomena caleg cabutan tersebut sebenarnya bukan hal baru dalam pemilu legislatif. Namun, dengan sistem politik proporsional terbuka partai politik mau tidak mau mencari tokoh yang dipastikan bisa memperoleh kursi di parlemen.

Sayangnya, orang-orang tersebut bukan kader partai. Melainkan mereka yang dinilai potensial, seperti artis, akademisi, hingga aktivis. "Ini bukti kaderisasi partai tidak berjalan. Hanya empat partai dari 12 parpol yang mampu memenuhi caleg secara maksimal, itu pun baru hitungan kuantitas," kata Lucius, di Jakarta, Kamis (3/10).

Caleg non-kader terbanyak, menurut Lucius, berasal dari Partai Hanura yakni sebanyak 395 orang. Kemudian Partai Gerindra (372 orang), Partai Bulan Bintang (357 orang), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (313 orang), dan Partai Nasdem (307 orang). Partai yang kerap kali menamakan diri sebagai partai kader, Partai Keadilan Sejahtera juga menjadikan 229 orang non-kader sebagai caleg. 

Begitu juga Partai Kebangkitan Bangsa yang memajukan non-kader sebanyak 286 orang sebagai caleg. Partai politik yang dinilai cukup banyak mengajukan kadernya sebagai caleg adalah Partai Golkar (384 orang), Partai Demokrat (362 orang), dan PDI Perjuangan (239 orang).

"Ternyata partai kader seperti PKS juga masih banyak non-kader. PKPI dan PBB sebenarnya bukan partai lama tapi masih kekurangan kader," ujarnya.

Minimnya kader sendiri, menurut Lucius menggambarkan kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi. Partai juga akhirnya tidak disiplin dan konsisten dengan ideologi sendiri. Karena, caleg non-kader diragukan bisa menyerap dengan cepat ideologi dan visi perjuangan partai. Akhirnya, saat terpilih di DPR caleg tersebut lebih banyak memperjuangkan kepentingan pribadi ketimbang parpol.

"Namun yang paling buruk caleg itu nantinya jadi alat bagi parpol untuk meloloskan kepentingan-kepentingan tertentu di Senayan. Ujung-ujungnya ya pelanggaran hukum," ungkap Lucius. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement