REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai dampak penghentian kegiatan operasional (shutdown) di Amerika Serikat (AS) cenderung minim ke pasar modal Indonesia. "Investor Indonesia tidak perlu khawatir terhadap shutdown AS, karena akibatnya kepada Indonesia secara langsung bisa dikatakan minim," ujar Direktur Utama BEI, Ito Warsito di Jakarta, Jumat (4/10).
Ia menceritakan bahwa pada tahun 1995-1996 lalu, AS juga pernah mengalami hal seperti saat ini, namun indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI tetap bergerak positif. "Secara historis indeks BEI tetap naik," ucapnya.
Kendati demikian, Ito mengatakan, pelaku pasar keuangan di Indonesia juga harus tetap mencermati dampaknya jika kegiatan operasional AS berhenti secara berkepanjangan, tentunya kondisi itu akan berdampak pada perlambatan ekonomi global. "Yang harus kita lihat adalah kalau shutdown pemerintah AS berkepanjangan, pasti kegiatan ekonomi AS akan terhambat dan efeknya juga akan ke ekonomi global, dan otomatis Indonesia juga pasti terasa," ujarnya.
Ito juga mengatakan bahwa saat ini nilai tukar rupiah sedang mengalami penguatan terhadap dolar AS akibat shutdown AS itu. "Dampak dari shutdown itu juga terasa ke nilai tukar domestik yang menguat, namun yang perlu dicermati apakah penguatan itu secara struktural, nilai tukar harus menguat secara struktural yakni dengan memperbaiki defisit neraca perdagangan dan neraca perdagangan berjalan," paparnya.
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Hoesen mengatakan shutdown ekonomi AS tidak menurunkan minat perusahaan untuk melakukan penawaran umum perdana saham (IPO). "Sampai saat minat IPO masih cukup tinggi, diperkirakan masih ada beberapa perusahaan lagi yang minat untuk IPO hingga akhir tahun ini," kata dia.