REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Para pengamat ekonomi di Amerika Serikat mengatakan pertumbuhan ekonomi di kekuatan ekonomi dunia nomor satu itu akan mengalami penurunan sangat besar pada akhir tahun ini. Itu akibat penutupan pemerintahan pusat Amerika--atau yang ramai diperbincangkan dengan istilah government shutdown--terjadi berlarut-larut.
Jika lebih dari satu bulan saja Amerika Serikat terus mengalami shutdown, para ekonom mengatakan bakal terjadi penurunan poin sebesar 0,1 persen pada nilai produk domestik bruto setiap minggunya. Shutdown yang berlangsung sejak 1 oktober ini akan membuat ekonomi Amerika terguncang, hingga akhir kuartal keempat di tahun ini.
Pengamat Ekonomi dari Moody's Analytics di West Chester, Pennsylvania, Mark Zandi, mengatakan bila shutdown berlangsung hingga akhir oktober nanti, maka dampak kerusakan ekonomi terlihat signifikan. “PDB riil akan berkurang sebanyak 1,5 poin pada presentase di kuartal keempat,” ujarnya dilansir Newsdaily, Sabtu (12/10).
Gara-gara shutdown dan bila berlangsung dalam satu bulan saja, bisa membuat pertumbuhan bisnis ekonomi di negara ini menurun dengan drastis. “Jika berlangsung hingga dua bulan atau lebih, bisa memicu resesi lain yang lebih besar,” katanya.
Para pengamat ekonomi juga mengatakan dampak buruk yang lebih besar, bisa terjadi jika kongres yang diselenggarakan oleh pemerintah nanti gagal menyepakati peningkatan ambang batas pinjaman negara untuk menyelamatkan negara ini. Keputusan perpanjangan otoritas pinjaman pemerintah ini tidak boleh melewati hari kamis (17/10), pekan depan.
Opsi shutdown ini tadinya ditetapkan hingga tiga pekan ke depan oleh pemerintah. Hanya saja pimpinan dari partai yang berseberangan, yaitu Republik, bersikeras untuk mempercepat masa ini, hingga sampai pekan ini saja.
Mereka berusaha mencapai kesepakatan, agar pemerintahan federal kembali dibuka dan bisa mencari solusi jangka pendek dalam meningkatkan batas pinjaman negara.
Efek yang paling besar akan muncul dari berkurangnya belanja para konsumen dan para karyawan pun menunda pembelian barang yang tidak terlalu pokok. Karyawan pemerintah, kontraktor yang berhubungan dengan proyek pemerintah, juga karyawan non federal lain pun kehilangan pendapatan mereka dalam masa shutdown ini.
Dampak shutdown dalam ekonomi Amerika telah terlihat dari pekan ini. Sentimen para konsumen mencapai titik terendahnya selama sembilan bulan ini. Nilai konsumsi menjadi sangat kecil. Sentimen konsumen dianggap sebagai indikator kunci dari berapa besar pengeluaran konsumen.
Diperburuk cuti karyawan
Data terbaru menunjukkan banyaknya pengajuan cuti oleh para pekerja swasta. Hal ini membuat jumlah klaim para karyawan yang tidak bekerja meningkat tajam untuk enam bulan ke depan.
Meski banyak pengamat tetap optimistis memprediksi ekonomi Amerika segera semakin membaik ketika masa shutdown ini berakhir. Macroeconomic Advisers memprediksi akan ada pemangkasan dalam perkiraan PDB kuartal keempat sebesar 0,2 persen menjadi 1,9 persen poin . Perusahan lain, Citigroup memotong target poin pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen menjadi 2,4 persen .
Salah satu ekonom, yang juga kepala Citigroup, Robert DiClemente, mengatakan pihaknya berharap jumlah pengajuan cuti semakin menyusut , agar tak memperburuk kondisi ekonomi Amerika dalam masa shutdown ini.
Dampak langsung dari masa aktif bekerja para karyawan yang hilang bisa pulih lagi ketika para karywan tersebut masuk kembali seperti biasa. “Tapi mungkin masih akan ada bobot yang berkurang dan mengakibatkan efek buruk lain, karena kondisi keuangan kurang mendukung,” ujarnya.
Ekonom di BMO Capital Markets di Toronto, Douglas Porter, mengatakan tetap menjaga prediski pertumbuhan PDB sebesar 2,5 persen di kuartal keempat hingga saat ini. “Kami akan tetap waspada dalam masa kesepakatan dengan berbagai opsi tersebut, atau bahkan jika shutdown akan terus berlanjut,” ujarnya.
Ia menyatakan pertumbuhan ekonomi harus kembali pulih menjadi sebesar 3,0 persen di kuartal pertama 2014 nanti, ketika para karyawan mulai tenang melakukan pembelanjaan dengan gaji mereka. “Namun ini tak akan menjadi akhir dari krisis jika pemerintah tidak membuat kebijakan baru untuk memperluas pendanaan dan otoritas pinjaman,”