Jumat 18 Oct 2013 08:14 WIB

'Ancaman Hukuman Mati Gatot Tak Berefek Jera'

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Fernan Rahadi
Foto Gatot dan Holly
Foto: Republika Online/Wahyu Syahputra
Foto Gatot dan Holly

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Gatot Supiartono, pejabat eselon 1 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terancam hukuman mati. Ia menjadi tersangka setelah dinilai terlibat dalam kasus pembunuhan berencana Holly Angela Hayuk, 30 September 2013 lalu.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto mengatakan, sesuai dengan pemeriksaan dan jika terbukti bersalah maka yang bersangkutan akan terkena pasal 340 KUHP dengan ancaman mati atau minimal 20 tahun.

Namun, menurut Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan LBH Jakarta Muhamad Isnur, hukuman mati tersebut tidak akan membuat jera pelaku bahkan pelaku kejahatan lainnya untuk melakukan kejahatan kembali.

''Tidak berefek jera,'' katanya, Jumat (18/10).

Isnur melanjutkan, tidak berdampak serius terhadap efek jera ini melalui sejumlah teori hukum serta riset di berbagai belahan dunia. Menurut Isnur, perkembangan hukum terkini lebih ke arah restoratif justice atau bagaimana memulihkan keadaan dari korban, keluarga, dan pelaku.

Tapi, masalahnya adalah penegakkan hukum di Indonesia yang jalan di tempat. ''Sehingga masyarakat geram dan menuntut hukuman seberat-beratnya. Bahkan cenderung ke arah main hakim sendiri,'' ujarnya.

Isnur menjelaskan, sebenarnya pemerintah Indonesia sudah berjanji di Forum HAM PBB akan menghapuskan hukuman mati. Alasannya, tidak sejalan dengan hak atas hidup yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun.

Jadi pemerintah Indonesia sendiri sudah memandang hukuman mati adalah melanggar HAM. Namun, dalam pelaksanaanya, seperti di KUHP dan di beberapa UU masih mengadopsi hukuman mati. ''Misi Pemerintah Indonesia belum selesai, di samping banyak perdebatan di dalam negeri,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement