REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pada musim kemarau ini, kuantitas air di daerah aliran sungai (DAS) Brantas mengalami penurunan sehingga debit kali Surabaya berkurang. Kondisi ini membuat limbah industri yang dibuang ke perairan semakin sulit terurai.
Kepala Sub Divisi Jasa Air Minum Sehat Alami (ASA) III Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) I, Viari Djajasinga, mengatakan debit air di kali Surabaya saat ini mencapai 20 m3 per detik. Ukuran tersebut sama halnnya dengan separoh angka kuantitas air di musim hujan yakni 40 m3 per detik.
“Debit air yang minim akan menambah beban pencemaran sungai,” kata Viari, dalam keterangan resmi yang diterima Republika Online, Ahad (20/10).
Dia menambahkan pihaknya telah mengimbau ke perusahaan sejak awal September lalu agar membuang limbah cairnya setelah melalui proses pengolahan di instalasi pembuangan air limbah (IPAL), sehingga tidak merusak sungai.
Alasannya, dengan kondisi tersebut, potensi pencemaran dari limbah industri akan lebih sulit terurai. Secara teori, kata dia, meski debit hanya 20 m3 per detik, asalkan limbah industri memenuhi standar baku mutu, maka risiko tersebut masih bisa tertangani.
“Apalagi, pemakaian air dari kali Surabaya masih tergolong tinggi,” ujarnya.
Menurut dia, pada September lalu, penggunaan volume air yang dimanfaatkan PDAM Gresik, Surabaya dan sejumlah pabrik industri di kawasan sungai kota itu mencapai 30 juta m3 dari total air sebanyak 51,84 juta m3.
Viari menyatakan, kesimpulannya total volume air per bulan, 60 persen yang dimanfaatkan sisanya mengalir ke laut. Dengan besarnya konsumsi itu, maka akan berbahaya jika limbah industri mencemari kondisi air sungai.