Senin 21 Oct 2013 06:19 WIB

Syekh Fadhil Al Bantani, Ulama Ternama Johor

Syekh Fadhil bin Abu Bakar Al Bantani
Foto: zulfanioey.blogspot.com
Syekh Fadhil bin Abu Bakar Al Bantani

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa

Syekh Fadhil bin Abu Bakar Al Bantani, beliau merupakan ulama ternama yang berdakwah di Johor. Nisbah Al Bantani disematkan padanya tidak dipastikan mengacu pada Kota Banten. Meski dikabarkan beliau lahir di Banten, namun beberapa sumber mengatakan Bantani itu adalah Bentan, sebuah pulau di kepulauan Riau.

Dalam sejarah kerajaan Malaka maupun kerajaan Riau-Johor dan Riau-Lingga, Bentan memiliki posisi yang penting. Adapun Syekh Fadhil, merupakan ulama  Bentan yang menjadi penasihat Kerajaan Johor.

Syekh lahir di Banten pada tahun 1287 hijriyah atau bertepatan dengan 1870 Masehi. Sang ayah, Abu Bakr, merupakan seorang kyai. Sehingga sejak kecil, Syaikh Fadhil mendapat pendidikan agama yang mumpuni. Sejak kecil, ia mempelajari Islam dari keluarganya sendiri yang sebagian besar merupakan ulama. Baru saat usia 30 tahun, kyai menuntut ilmu ke tanah suci Makkah.

Sebelum ke Johor, Syekh mempelajari beragam tarekat di tanah kelahirannya. Ia terkenal ahli dalam dua tarekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah. Saat ke Johor, syekh awalnya hanya memenuhi undangan seorang penghulu Mukim Langga, Haji Daud. Penghulu tersebut sangat mengidolakan syaikh hingga mengundangnya agar dapat berdakwah di Johor.

Pada tahun 1915, syekh bertolak ke Johor. Ia bermukim di Kampung Langga, Muar. Disana, ia mengajarkan ilmu agama, terutaa dua ilmu tarekat yang ia kuasai. Dakwah Fadhil mendapat sambutan positif. Tak lama, dakwahnya pun meluas hingga terdengar Sultan Johor.

Suatu hari saat dunia bergolak perang dunia kedua, Sultan Johor meminta bantuan ulama untuk mendoakan keselamatan kerajaan Johor. Syekh Fadhil-lah yang dimintai bantuan tersebut. Ia pun melantunkan banyak wirid yang kemudian wirid tersebut dibukukan.

Atas wirid tersebut, sultan merasa mendapat ketenangan jiwa hingga perang dunia berakhir. Atas jasa syekh, sultan pun memberinya anugerah dan hadiah. Sultan menganugerahkan pangkat kepada syaikh dengan dilantik sebagai Mufti Peribadi Sultan. Jabatan tersebut berbeda dengan mufti kerajaan. Mufti pribadi berperan sangat spesial, ia memberikan fatwa dan nasihat langsung kepada sultan.

Selain diangkat sebagai mufti, syekh juga diberikan hadiah yang banyak. Syekh dan istrinya juga dibiayai sultan untuk menunaikan ibadah haji. Selain itu, syekh juga diizinkan mempublikasikan wirid-wiridnya ke seluruh kerajaan Johor.

Syekh Fadhil memang terkenal dengan amalan wiridnya. Ia sangat menekankan amalan Wirid Khaujakan atau Khatam Khaujakan yang sangat terkenal dalam ajaran Tariqat Naqsyabandiyah. Kata Khaujakan berasal dari bahasa Parsi, Khawajah yang artinya guru. Sehingga Khaujakan maksudnya bermajelis dengan tuan guru.

Wirid Khaujakan ini terus pamor dikalangan sufi di seluruh dunia, terutama Johor. Hingga kini, wirid itu juga masih dipelajari para sufi. Ssetelah menorehkan banyak kiprah, syekh menghembuskan nafas terakhir di Bakri, Muar, Johor pada 29 Jamadilawal 1369 Hijrah atau bertepatan dengan 18 Maret 1950 Masehi. Jasadnya dikebumikan di Batu 28 Lenga, Muar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement