REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON--Kantor Pos Selandia Baru jalan kebijakan baru guna menghadapi penurunan jumlah pengiminan surat. Strategi ini diharapkan dapat membuat kantor pos dapat bertahan ditengah kepungan email dan faksimili.
Michael Cullen, Kepala Kantor Pos Selandia Baru mengatakan pihaknya berusaha tetap bertahan dari rencana yang bisa melibatkan "kehilangan pekerjaan" yang sangat berarti. "Malangnya, angka penurunan semakin tinggi, kita sekarang melihat penurunan jumlah surat sekitar delapan persen per tahun dan kecenderungannya sudah jelas," katanya kepada Radio Selandia Baru, Kamis (24/10).
Kantor Pos Selandia Baru yang dibentuk pada 1850, saat ini melayani pengiriman surat enam hari dalam seminggu dan hanya libur pada hari Minggu. Kini mendapat izin dari pemerintah untuk memangkas operasi hanya tiga hari seminggui pada pertengahan 2015, guna mengurangi biaya.
"Ini mencerminkan keperluan untuk menyeimbangkan keinginan para pengguna jasa pos dengan keperluan masa depan yang lebih luwes bagi kantor pos, setelah menapat pengurangan dramatis dalam jumlah pengiriman pos dalam 11 tahun terakhir," kata Menteri Komunikasi Amy Adams.
Cullen mengatakan, terlalu dini untuk memperkirakan berapa banyak pekerjaan yang akan dihapus, tetapi serikat pekerja menyebutkan sekitar 1.000 kedudukan kerja yang terancam. Ia mengatakan bahwa teknologi digital memicu "percepatan" jatuhnya pengiriman surat dan jasa pos lainnya karena para pelanggan mengirim pesan dan tagihan rekening secara elektronik mengarah pada matinya masa depan surat secara fisik.
"Saya sama sekali tidak bisa memperkirakan waktunya kapan usaha pos jadi peninggalan. Semua perusahaan sedunia menghadapi masalah yang sama," katanya.
Kantor Pos Selandia Baru sudah memperluas usahanya dalam jasa pengiriman barang dan layanan perbankan sekitar satu dasar warsa, sehingga mendapat keuntungan sekitar 121 juta dolar Selandia Baru atau sekitar 102 juta dolar AS, meskipun jasa surat tradisional menurun.
Pertumbuhan jasa pengiriman barang terjadi dipicu oleh naiknya cara belanja "online" sehingga membantu jasa pos tetap bertahan di beberapa negara. Tapi menurut Cullen, persaingan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang sangat ketat.