Senin 28 Oct 2013 07:21 WIB

NSA: Obama Tak Berdiskusi Soal Penyadapan Kanselir Jerman

Aksi spionase (ilustrasi).
Foto: gadabimacreative.blogspot.com
Aksi spionase (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Keamanan Nasional (National Security Agency/NSA) Amerika Serikat kembali membantah berita yang menyebutkan bahwa Presiden Barack Obama membiarkan penyadapan kepada Kanselir Jerman Angela Merkel berlangsung.

Juru bicara NSA Vanee Vines, di Washington, menyanggah bahwa Direktur NSA  Jendral Alexander memberitahu Presiden Obama soal operasi intelijen tersebut.

"Alexander tidak berdiskusi dengan Presiden Obama pada 2010 dan membiarkan operasi intelijen yang melibatkan Kanselir Jerman Merkel, dia juga tidak pernah berdiskusi tentang operasi yang terkait dengan Kanselir Markel,"ujar Vines, dikutip dari yahoonews.

Salah satu koran di Jerman, Bild am Sonntag, mengutip sumber dari pejabat Amerika Serikat yang mengatakan, Direktur Badan Keamanan Nasional (National Security Agency/NSA) Jendral Keith Alexander telah memberitahu Obama terkait operasi intelijen pada 2010. 

"Obama tidak menghentikan operasi tersebut tapi membiarkannya berlangsung,"ujar koran tersebut yang mengaku mengutip pejabat tinggi NSA. 

Tuduhan spionase berawal dari dokumen yang diperoleh dari buronan Pemerintah AS Edward Snowden. Mantan agen intelijen AS itu telah mengungkap kepada dunia internasional tentang aktivitas mata-mata agen Amerika Serikat. Dokumen itu mengungkap badan intelijen bertanggungjawab atas komunikasi terhadap puluhan pemimpin dunia dan jutaan warga bumi. 

Poling yang dilakukan oleh Majalah Jerman Der Spiegel melansir, terdapat 60 persen warga Jerman yang percaya skandal tersebut akan merusak hubungan bilateral kedua negara. 

Mingguan Der Spiegel melaporkan bahwa dokumen NSA bocor menunjukkan ponsel Merkel telah muncul pada daftar target mata-mata  untuk lebih dari satu dekade. Merkel bahkan masih disadap seminggu sebelum Obama mengunjungi Berlin pada bulan Juni.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement