Selasa 05 Nov 2013 08:57 WIB

KPK: Vonis Fathanah Sudah Berat

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Fernan Rahadi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memutuskan vonis kepada terdakwa Ahmad Fathanah dalam kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang dengan hukuman pidana selama 14 tahun penjara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai putusan tersebut sudah cukup berat untuk Fathanah.

"Putusan itu perlu diapresiasi, lumayan berat," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas yang dihubungi Republika, Selasa (5/11).

Busyro menambahkan pihaknya harus mengapresiasi kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta yang telah memutus putusan tersebut. Apakah KPK akan mengajukan banding, ia mengatakan pihaknya akan menelaah terlebih dahulu putusan tersebut. "KPK akan telaah dulu dasar-dasar dan alasan vonisnya," jelas Busyro.

Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan putusan hukuman untuk terdakwa kasus suap dalam pengaturan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang, Ahmad Fathanah pada Senin (4/11) lalu. Dalam sidang tersebut, majelis hakim memutus vonis hukuman pidana selama 14 tahun penjara kepada fathanah.

Majelis hakim menilai Fathanah telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengurusan permohonan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Fathanah juga diminta membayar denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

Fathanah dinilai melakukan tindak pidana korupsi dalam pengurusan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama sebagaimana dalam dakwaan primer pasal 12 huruf a Undang Undang Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut Fathanah menyampaikan commitmen fee dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. Saat itu Luthfi masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement