REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pasukan Keamanan Israel mengklaim program nuklir Iran yang kontroversial membuat negara itu merugi hingga 170 miliar dolar, terutama karena sanksi ekonomi.
Perkiraan tersebut muncul di tengah perang mulut antara Amerika Serikat (AS) dan Israel terkait kebuntuan negosiasi negara kuat di dunia itu dengan Iran. Pilihan untuk mengurangi sanksi terhadap Iran sebelumnya muncul jika negara tersebut mau membekukan sebagian program nuklirnya.
"Dari kerugian 170 miliar dolar AS tersebut, sebanyak 40 miliar dolar AS dibelanjakan Iran dalam 20 tahun terakhir untuk pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir mereka," kata sumber Israel yang tidak disebut namanya itu kepada AFP, Selasa (12/11).
Dia mengatakan Iran telah merugi 130 miliar dolar AS akibat sanksi yang diberlakukan terhadap negara Islam itu sejak 2012, termasuk 105 juta potensi pendapatan dari sektor minyak dan 25 juta di sektor perbankan, perdagangan, industri, pembangunan dan investasi.
Duta Besar AS untuk Israel, Dan Shapiro, pada Senin meredakan kekhawatiran Israel terkait potensi kesepakatan yang akan dicapai dengan Iran dengan berjanji bahwa Washington tidak akan membiarkan Teheran memiliki senjata nuklir.
"Presiden Barack Obama tidak akan mengizinkan Iran memiliki senjata nuklir, titik," kata Shapiro di hadapan utusan yang menghadiri Majelis Umum Federasi Yahudi Amerika Utara di Yerusalem.
Negara-negara Barat menuduh Iran tengah berupaya untuk mengembangkan senjata atom, sebuah tuduhan yang berkali-kali dibantah keras Teheran.
Setelah gagal mencapai kesepakatan dalam pembicaraan di Jenewa, para diplomat mengatakan kesepakatan terkait pembekuan sebagian aktivitas nuklir Iran selama enam bulan sudah hampir tercapai, sementara Iran akan menikmati kelonggaran sanksi yang diterapkan kepadanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara keras mengecam kemungkinan kesepakatan antara Iran dan negara-negara dalam P5+1. Para pejabat di Israel juga mengingatkan pihaknya dapat melakukan aksi militer sepihak guna menghentikan Iran dalam mengembangkan senjata nuklir.