Selasa 19 Nov 2013 16:08 WIB

Kebutuhan Pangan Nasional Meningkat 70 Persen

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Stok Pangan (Ilustrasi)
Foto: BERITA JAKARTA
Stok Pangan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tengah mengembangkan teknologi guna memenuhi kebutuhan pangan di masa depan. Kepala Balai Besar Pasca Panen Balitbangtan, Rudy Tjahjohutomo mengatakan teknologi dibutuhkan untuk menyediakan pangan dan energi yang cukup  tanpa harus merusak lingkungan.

Sampai dengan tahun 2050, kebutuhan pangan diprediksi meningkat sebanyak 70 persen dibandingkan saat ini. Sedangkan kebutuhan energi diperkirakan meningkat sebesar 36 persen. "Untuk itu dibutuhkan teknologi penanganan pangan segar dan pengolahan hasil pertanian yang baru dan canggih," kata Rudy  pada acara Internasional Conference on Agricultural Postharvest and Processing, Selasa (19/11).

Teknologi yang dimaksud harus memberikan solusi yang efektif dalam mengelola pangan. Saat ini antara lain dibutuhkan teknologi pengolahan pangan, pengolahan limbah pertanian, manajemen pascapanen, keamanan pangan dan lainnya.

Selain teknologi, dukungan infrastruktur juga dibutuhkan guna mengiringi peningkatan kebutuhan pangan. Dengan infrastruktur yang baik, diharapkan akan menarik lebih banyak investor untuk berbisnis di sektor pertanian. "Kalau tidak dibenahi, investor tetap sedikit," ujar Kepala Balitbangtan Haryono ditemui di acara yang sama.

Ia mengatakan perbaikan infrastruktur tidak cukup hanya dimasukkan dalam program Master Plan Perluasan  Pembangunan Ekonomi (MP3EI). Perlu ada upaya agar perbaikan ini benar-benar bisa mempermudah proyek investasi antar wilayah. Termasuk yang harus diperhatikan adalah masalah komunikasi yang masih tersendat.

Praktisi Pertanian Alami, Syamsul Asinar Radjam mengingatkan agar pemerintah berlaku efektif dalam mentransfer teknologi kepada para petani. Selama ini menurut dia, petani kerap digempur dengan beragam teknologi tanpa tahu persis bagaimana memgunakan pengetahuan tersebut dengan maksimal.

"Satu ilmu belum dikuasai, sudah diajari yang lain. Harus dipastikan petani betul-betul menguasai apa yang diberikan penyuluh, baru berikan ilmu lain," katanya kepada ROL.

Petani menurut dia mutlak butuh bimbingan agar bisa mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Misalnya, petani tomat bisa diajari caranya mengawetkan, mengemas dan memasarkan jus tomat. Minimal, dengan cara ini petani tidak akan kekurangan pangan untuk keluarganya sendiri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement