REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Anggota-anggota majelis rendah parlemen Nigeria menyetujui permintaan Presiden Goodluck Jonathan memperpanjang status keadaan darurat di wilayah bergolak timurlaut selama enam bulan lagi untuk mengatasi kekerasan militan.
Jonathan pada 6 November lalu meminta perpanjangan keadaan darurat selama enam bulan lagi di negara-negara bagian Adamawa, Borno dan Yobe, yang dilanda gelombang serangan militan Boko Haram.
Senat Nigeria menandatangani perpanjangan itu sehari kemudian pada 7 November. Namun, majelis rendah meminta penjelasan terinci dari para kepala keamanan sebelum melakukan pemungutan suara.
"DPR memutuskan menyetujui perpanjangan keadaan darurat ... di Adamawa, Borno dan Yobe selama enam bulan lagi," kata resolusi yang disetujui, Rabu (20/11).
Keadaan darurat diberlakukan di ketiga wilayah itu pada Mei sebagai bagian dari upaya pemerintah mengendalikan serangan gerilyawan Boko Haram.
Pada 15 Mei lalu, sehari setelah dekrit Jonathan dikeluarkan, militer mengumumkan peluncuran operasi besar-besaran yang bertujuan mengakhiri kekerasan militan, dengan menempatkan ribuan prajurit tambahan dan kekuatan udara di wilayah timurlaut.
Keberhasilan ofensif militer yang dilakukan selama keadaan darurat masih tidak jelas. Militer menyebut Boko Haram kocar-kacir dan dalam posisi bertahan, namun ratusan orang tewas dalam beberapa pekan terakhir akibat serangan militan.
Kekerasan Boko Haram diperkirakan telah menewaskan lebih dari 3.600 orang sejak 2009, termasuk pembunuhan oleh pasukan keamanan.
Kelompok itu menyatakan berperang untuk mendirikan sebuah negara Islam di Nigeria utara yang penduduknya mayoritas muslim.
Kekerasan meningkat di Nigeria sejak serangan-serangan menewaskan puluhan orang selama perayaan Natal 2011 yang diklaim oleh kelompok muslim garis keras Boko Haram.