Jumat 22 Nov 2013 16:20 WIB

Indonesia Dinilai Sengaja Minta Disadap

Rep: Andi Ikhbal/ Red: Fernan Rahadi
Ketua komisi I DPR Mahfudz Sidiq
Foto: http://mahfudzsiddik.blogspot.com
Ketua komisi I DPR Mahfudz Sidiq

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menilai Indonesia tidak punya alasan untuk marah atas penyadapan yang dilakukan oleh Australia. Sebab, secara politik maupun teknologi, Pemerintah seolah sengaja minta untuk disadap.

Mahfud mengatakan, ada lima aliansi negara besar yang melakukan pengawasan terhadap negara-negara di Asia Tenggara. Di antaranya Inggris, Amerika, Selandia Baru, Kanada dan Australia.

"Mereka menyadap lawan maupun kawan," kata Mahfudz dalam diskusi bertema Penyadapan dan Diplomasi Kita di Rumah Pergerakan PPI, Jumat (22/11)

Dia menambahkan, secara politik, Indonesia tidak tergabung dalam serikat negara-negara koalisi tersebut. Berbeda dengan Jerman yang marah saat penyadapan dilakukan terhadapnya. Sebab, negara tersebut masuk dalam 12 negara koalisi.

 

Dalam aturannya, tidak boleh melakukan penyadapan terhadap serikat sendiri. Sedangkan, Indonesia tanpa arah politik jelas menganggap thousand friends zero enemy. Padahal belum tentu negara-negara tersebut percaya, meskipun menjalin kerja sama. "Indonesia itu juga memang target utama mereka," ujarnya.

Belum lagi, kata dia, soal teknologi alat sadap yang digunakan Indonesia merupakan produksi negara barat. Dengan begitu, sangat wajar bila penyadapan bisa dengan mudah dilakukan oleh pihak lain.

Dia menyimpulkan, secara tidak langsung Indonesia memang sengaja meminta dirinya untuk disadap. Dan sikap marah yang ditunjukan dinilai tidak punya jalan keluar. "Indonesia minta Australia minta maaf, lalu kalau mereka tidak mau minta maaf bagaimana" katanya.

Ke depan, kata dia yang harus dilakukan antara lain, Indonesia harus memperketat sistem komunikasi informasi nasional. Kemudian membuat pilihan atas teknologi yang dipakai, dan menjaga kultur komunikasi.

Sekjen Majelis Kedaulatan Rayat Indonesia, Adi Mashardi mengatakan, sebenaranya tidak ada yang penting atas penyadapan Indonesia. Menurut dia, yang ditangkap hanyalah percakapan personal. "Jadi percakapan itu menjadi kunci. Kalau suatu saat Indonesia tidak mau menerima kerja sama Australia, maka ada aib yang dapat dibuka ke publik," kata Adi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement