Selasa 26 Nov 2013 19:39 WIB

Mahfud MD Kritik Pemberitaan Media Seputar Koruptor

Mahfud MD
Foto: Fian Firatmaja/ROL
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berpendapat media massa kerap "kebabaslan" dalam memberitakan orang yang terbukti bersalah. Hingga akhirnya yang tersampaikan ke masyarakat hanya publikasi sensasional namun miskin substansi.

"Koruptor yang beristri lima yang diekspos terus-terusan, Fathanah dengan 'fastun-fastunnya', seharusnya tampilkan yang dapat membuat masyarakat menjauh dari korupsi," kata Mahfud di Jakarta, Selasa (26/11).

Menurut Mahfud, kerangka pemberitaan media massa perlu dikritisi agar pers juga dapat berperan dalam sisi edukasi kepada publik, contohnya dalam pemberantasan korupsi.

Dia mencontohkan, media massa seharusnya memberitakan bagaiamana bekas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh yang menangis saat hukumannya diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 12 tahun kurungan dari sebelumnya empat tahun di tingkat Pendadilan Tipikor.

Begitu juga dengan nasib koleganya dulu di MK, yakni Mantan Ketua MK Akil Mochtar yang menjadi tersangka suap penyelesaian sengketa pilkada dan kini rekeningnya dibekukan. Menurut Mahfud, Akil sangat menyesal karena gara-gara perbuatannya, rekening istri dan anak Akil juga ikut dibekukan sehingga menyulitkan keuangan keluarga.

"Dia bicara sama saya sekarang susah untuk belanja saja," ujar Mahfud. "Nah, kaya begitu dipublikasikan, biar masyarakat tahu, bagaimana hukumannya jadi koruptor," tambahnya.

Dalam diskusi tersebut, turut hadir Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Abraham juga menyindir media, yang menurutnya, kerap menjadikan seorang tersangka korupsi bak seorang tokoh dalam pemberitaannya.

"Ini kok sudah tersangka tapi dijadikan profil, rumahnya disorot-sorot, kegiatan pergerakannya juga," kata Abraham tanpa menyebut nama.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement