REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kisruh politik di Thailand belum reda. Massa oposisi anti-pemerintahan, menolak tawaran berunding dengan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Aksi pengerahan massa kaus kuning masih berlanjut hingga hari ini. Channel News Asia melansir, ratusan ribu massa oposisi semakin nekat. Mereka dikatakan, melebarkan aksi demonstrasi ke markas militer (RTA) di ibu kota Bangkok, Jumat (29/11).
Aksi itu dimaksud agar militer merestui aksi penggulingan terhadap Yingluck. Massa tampak membagi-bagikan mawar merah sebagai tawaran dukungan.Selain markas RTA, ribuan demonstran juga mengepung markas partai penguasai, Puea Thai Party (PTP).
Namun, kondisi panas lebih terasa di situs kendali 'partai Thaksin' ini. Wakil Kepala Polisi Nasional Worapong Siewpreecha mengatakan, ada personil polisi lengkap menjaga markas kantor itu.
"Kami (kepolisian) turunkan dua kompi polisi (300 polisi) bersenjata. Otoritas partai meminta perlindungan," kata dia. Kepolisian mengaku tidak dapat berbuat banyak membubarkan massa. Siewpreecha mengatakan, polisi tidak ingin mengulangi kesalahan beberapa tahun silam.
Demonstrasi anti-pemerintahan lumpuh di Bangkok, sejak sepekan lalu. Kelompok ini sudah mengintai pemerintah sejak Yingluck mengusulkan undang-undang amnesti ke parlemen. Regulasi itu dianggap bakal memberi karpet merah bagi mantan PM Thaksin Shinawatra kembali dari pengasingan.
Yingluck adalah adik kandung Thaksin. Meski pun aturan tersebut gagal secara politik. Akan tetapi, desakan anti-Yingluck tetap berjalan. Perdana Menteri perempuan pertama kali di Thailand itu dituduh dengan berbagai sangkaan. Mulai pengaruh Thaksin pada dirinya, sampai skandal korupsi.