REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2013 menunjukkan masih ada 20,2 persen bayi dilahirkan dengan tinggi badan kurang (stunting) yang salah satu penyebabnya adalah usia kehamilan ibu yang terlalu muda atau di bawah 20 tahun.
"Kalau remaja di bawah 20 tahun itu hamil, itu belum siap secara psikis dan fisik. Dan jika hamil maka anaknya bisa stunting," kata Kepala Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Trihono dalam temu media di Jakarta, Senin (2/12).
Trihono mengatakan remaja dibawah usia 20 tahun masih mengalami pertumbuhan sehingga seharusnya tidak hamil terlebih dahulu dan jika terlanjur menikah disarankan untuk menunda kehamilan.
"Untuk mengatasi masalah stunting ini, rekomendasi saya adalah untuk memperbaiki UU Perkawinan, mengubah batas usia minimal menikah menjadi 20 tahun dari yang sekarang 16 tahun. (16 tahun) Itu masih masa pertumbuhan, masih SMP atau SMA," ujar Trihono.
Dia menekankan perlu adanya program pendidikan kesehatan reproduksi untuk menjangkau para remaja untuk mengurangi kasus bayi stunting tersebut yang dinilai jumlahnya masih cukup tinggi. "Harus ada perubahan cukup besar untuk kebijakan atau program dengan sasaran remaja," ujar Trihono.
Selain usia muda si ibu, kelahiran bayi yang panjang badan lahirnya kurang (stunting) itu juga dapat disebabkan oleh tinggi badan ibu yang juga kurang atau dibawah 150 sentimeter dan berat ibu dibawah 45 kilogram.
Masalah kesehatan lain yang ditemukan Riskesdas 2013 adalah masih ada 10,1 persen bayi lahir dengan berat badan kurang, di bawah 2.500 gram. Namun, jumlah tersebut menurun dari Riskesdas 2010 di mana 11,1 persen bayi tercatat lahir berberat badan kurang. Disebutkannya, bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang juga terancam untuk mengalami masalah kesehatan maupun pertumbuhan.