REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada banyak stasiun radio di luar negeri yang menyediakan layanan berbahasa Indonesia (RLN). Salah satunya adalah Radio Cairo Seksi Bahasa Indonesia (RCSI) yang merupakan bagian dari Radio Republik Arab Mesir (RRAM) atau yang dikenal sekarang dengan nama Radio Kairo.
Radio Kairo merupakan sebuah badan penyiaran milik pemerintah Republik Arab Mesir, di bawah naungan Radio & Television Union, Overseas Department dan menginduk ke Kementrian Penerangan Mesir (Wazarat el-I’lam, Ettihad el-Idza’ah wa et-Telfizyoun el-Mashriya) yang bermarkas di Gedung Maspero Radio and Television Jalan Qarneisy Nil di Kairo.
Menurut laman Atensi yang memonitor radio-radio asing berbahasa Indonesia, Radio Cairo untuk pertama kali menyiarkan siaran luar negeri (As-syabkah al-muwajjahat) pada tanggal 3 Oktober 1953. Pada tanggal 9 Oktober 1953 secara resmi dibentuk 3 seksi siaran bahasa asing, yaitu bahasa Arab, Bahasa Urdu dan Bahasa Indonesia.
Dengan demikian siaran bahasa Indonesia termasuk ‘anak sulung’ dari siaran luar negeri RAM yang hingga kini mengudara dan sudah ada 34 siaran yang dipancarkan dalam berbagai bahasa ke seluruh dunia.
Tujuan awal pembentukan siaran-siaran bahasa asing terutama ditujukan untuk mendukung gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan dari para penjajah yang banyak terjadi di negara-negara Afrika dan Asia.
"Di mana saat itu Mesir dan Indonesia sedang giat-giatnya memperjuangkan gerakan anti penjajahan yang berhasil mencetuskan Gerakan Non Blok (GNB) dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di bandung pada tahun 1955," tulis laman tersebut.
Tak dapat dilupakan bahwa dua tokoh penggags Gerakan Non Blok itu adalah almarhum Gamal Abdul Nasser (presiden Mesir waktu itu) dan Almarhum Presiden Soekarno. Saat-saat seperti itulah dipandang perlu untuk terus meningkatkan hubungan kerjasama dan meningkatkan peranan Radio Cairo dengan Seksi Bahasa Indonesia.
Saat masa imperialisme berlalu, kini fungsi siaran-siaran bahasa asing pada Radio Cairo kemudian lebih ditekankan sebagai wahana mempererat hubungan bilateral di berbagai sektor.
Lebih dari itu, keberadaan siaran bahasa-bahasa asing yang ditangani langsung oleh para penyiar berkebangsaan asli dari Negara yang bersangkutan adalah sekaligus merupakan ‘duta’ Mesir yang diharapkan mampu langsung menyentuh seluruh lapisan masyarakat negara yang bersangkutan.
Ini karena para penyiar itu berdialog bersama para pendengar dengan menggunakan bahasa ibu sendiri.
Untuk meningkatkan mutu siarannya, RCSI melakukan berbagai upaya seperti menukar frekuensi dan menambah daya pancar. "Seperti yang telah dilakukan pada Agustus 2001 yang berhasil merampungkan tahap pertama proyek peningkatan daya pancar gelombang pendeknya dari 100 KW menjadi 500 KW," tulis lama tersebut.
Menurun Atensi, RCSI selama ini tak sepopuler RLN lainnya. Jika dilihat dari acara yang disiarkan setiap hari cukup memadai. "Kekurangan utamanya terletak pada mutu penerimaan siaran di sebagian besar wilayah Indonesia yang sangat buruk. RCSI mempergunakan frekuensi tunggal saat 15710 kHz/19 meter selama 90 menit siaran setiap hari," jelasnya.
Beragam acara yang disajikan, berita aktual, politik, budaya dan sebagainya dan waktu cukup memadai bagi siaran gelombang pendek. Acara yang melibatkan pendengar juga cukup tersedia seperti 'fatwa agama' yang dikemas sebagai ajang tanya jawab antara pendengar dan penyiar yang berhubungan dengan agama.
Ada juga acara Gelanggang Pendengar untuk membacakan surat-surat dan laporan penerimaan dari pendengar, termasuk di dalamnya ucapan silaturrahmi dan karya pendengar seperti puisi, pantun, nasehat dan sebagainya.
Sementara itu, pelajaran Bahasa Arab disiarkan enam kali seminggu kecuali hari Jumat. Materinya mulai dari pemula sampai mahir. Disediakan buku teks, yang cukup tebal, sebanyak empat jilid yang dapat diperoleh dengan cuma-cuma sesuai tingkat yang diinginkan. Untuk memintanya, terlebih dahulu harus mendaftarkan diri untuk mengikuti pelajaran ini ke alamat RCSI atau melalui email [email protected].
Tidak seperti RLN lainnya, RCSI tidak mempunyai laman khusus berbahasa Indonesia. Namun berbagai penyiar dan penggemarnya mempunyai laman Facebook untuk saling bertukar pikiran.
Dalam sebuah percakapan dengan Ahmad Sayuti Anshari Nasution, Ketua Persatuan Guru Bahasa Arab Indonesia (IMLA), lulusan Mesir dan Sudan mengatakan, mahasiswa Indonesia di Mesir sangat tertarik menjadi penyiar di radio ini.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini mengatakan, mereka tertarik bergabung untuk menimba pengalaman dan mengasah ilmu jurnalistik sebagai kemampan sampingan sambil kuliah di Al Azhar atau universitas lainnya.
"Istri saya sendiri, dulunya seorang penyiar radio di Kairo," jelasnya.