Selasa 17 Dec 2013 22:18 WIB

Gita: Perbaiki Ekonomi, Pemimpin Butuh Langkah Radikal

Rep: Friska Yolandha/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Gita Wiryawan
Foto: Antara
Gita Wiryawan

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peserta Konvensi Demokrat Gita Wirjawan menyatakan calon pimpinan yang baru perlu melakukan langkah-langkah radikal dalam mendorong perbaikan ekonomi nasional. Pemimpin negara yang terpilih harus memperkuat pondasi ekonomi agar mampu menciptakan eksistensi di dunia global.

 

"Indonesia jangan hanya menjadi ekonomi yang besar tapi bisa menjadi salah satu terbesar di dunia dalam 20 tahun ke depan," ujar Gita dalam kunjungannya ke Republika, Selasa (17/12).

 

Langkah radikal ini perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah isu penarikan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve.

Ia berpendapat kebijakan moneter ini jangan hanya diperangi dengan senjata moneter saja. Kebanyakan negara yang terimbas isu tapering off, kebijakan moneter seperti menaikkan suku bunga menjadi senjata paling proaktif. Padahal kebijakan ini akan berdampak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

 

Gita yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI mengatakan, kebijakan moneter ini harus dilakukan bersamaan dengan kebijakan fiskal untuk menarik dana-dana yang selama ini mengendap di luar negeri.

 

Dengan kebijakan fiskal yang radikal  diharapkan dana masyarakat yang tersimpan di negara lain bisa ditarik ke Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Masuknya dana akan memberikan sentimen positif pada pasar.

 "Ekonomi Indonesia akan mendapatkan imbas dari uang yang selama ini ngumpet di Singapura," kata  Gita.

 

Indonesia, katanya, harus mampu menguasai pasar domestik. Dalam 20 tahun ke depan, akumulasi produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp 600 ribu triliun.

Jika diasumsikan 60 persen dari PDB adalah konsumsi domestik, maka nilainya mencapai Rp 360 ribu triliun. Jika tidak ada reformasi pada roadmap industri, konsumsi yang senilai itu akan didominasi oleh produk asing. "Selama 20 tahun ke depan, akan sulit mencari produk yang ada bendera merah putihnya," kata Gita memprediksi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement