REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Negara-negara Barat telah mengindikasikan kepada oposisi Suriah bahwa pembicaraan perdamaian bulan depan mungkin tidak mengarah pada pelengseran Presiden Bashar al-Assad dan minoritas Alawinya masih akan memainkan kunci dalam pemerintahan peralihan.
Pesan itu, yang disampaikan kepada para anggota senior Koalisi Nasional Suriah (SNC) pada pertemuan Aliansi Teman Suriah anti-Bashar di London pekan lalu. Hal tersebut didorong oleh peningkatan kelompok lain dan Alqaidah yang berupaya mengambilalih perlintasan tapal batas dan depot senjata di dekat Turki milik Tentara Suriah.
"Teman-teman kami di Barat menjelaskan di London bahwa Bashar tidak dapat dibiarkan pergi sekarang karena mereka pikir suasana kacau dan pengambilalihan oleh militan akan terjadi," kata seorang anggota senior SNC, yang dekat dengan para pejabat Arab Saudi, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (18/12).
Menyangkut kemungkinan Bashar menjadi presiden lagi ketika periodenya secara resmi habis tahun depan, anggota Koalisi itu menambahkan, "Sebagian bahkan tampak berpandangan dia terpilih lagi tahun depan, melupakan dia melancarkan serangan gas atas rakyatnya sendiri."
Perubahan prioritas Barat, terutama Amerika Serikat dan Inggris, dari upaya melengserkan Bashar ke arah memerangi militan menyebabkan perpecahan dalam kekuatan internasional. Hal itu, menurut pejabat SNC, mempersempit perbedaan Barat dengan Rusia. Negara itu telah merintangi aksi PBB terhadap Bashar. Di sisi lain, perubahan sikap itu justru memperlebar jurang dengan para sekutu dari pihak oposisi Suriah.