REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama (Kemenag) telah membentuk aturan baru untuk mengatasi permasalahan penerimaan gratifikasi oleh penghulu saat melayani pernikahan di luar kantor dan jam kerja. Kemenag juga akan membangun unit pengendalian gratifikasi di daerah-daerah.
"Jadi bisa saja nanti dikumpulkan (laporan gratifikasi penghulu), tidak orang per orang (yang melapor ke KPK), akan tetapi di unit pengendalian gratifikasi. Tapi bisa saja melaporkan ke KPK," kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag, M Jasin dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/12).
Jasin menjelaskan tugas unit pengendalian gratifikasi ini untuk menampung laporan penerimaan gratifikasi oleh penghulu dari KUA di daerah. Setelah terkumpul, akan dilaporkan secara rutin kepada KPK.
Sejumlah hasil keputusan rapat antara Kemenag dan KPK ini, lanjutnya, merupakan bentuk political will yang baik dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu, nantinya dari Kemenag juga akan melakukan subsidi silang terhadap penyelenggara pernikahan yang kaya dengan yang miskin.
Kemenag akan memberikan multy tarif kepada penyelenggara pernikahan yang kaya. Sedangkan untuk masyarakat miskin yang menikah akan dibebaskan dari biaya nikah. "Jadi tidak akan membebani dan ini win-win solution, bagi yang kaya juga harus bayar lebih," katanya menjelaskan.
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 47/2004 juga tidak akan berlaku surut sehingga penghulu yang telah menerima uang transport tidak akan ditindak dengan jeratan pasal gratifikasi. Sebab, saat ini, Kemenag fokus pada penyelesaian masalah soal gratifikasi kepada penghulu.
"Tentunya kalau aturan itu kan selalu berlaku ke depan, tidak surut. Kalau korupsi yang kecil-kecil itu penyelesaiannya adalah pembenahan sistem seperti yang sekarang diusahakan. Kalau yang serakah itu ya baru penindakan," kata mantan pimpinan KPK ini.