Kamis 19 Dec 2013 21:07 WIB

PBNU Desak Presiden Tak Ratifikasi FCTC

Rep: Indah Wulandari/ Red: Dewi Mardiani
Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.
Foto: www.sudarisman.multiply.com
Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menyerukan agar pemerintah tidak melanjutkan rencana meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didesak untuk tidak mendukung keinginan Menteri Kesehatan (Menkes) tersebut.

 

“Karut marut tata niaga sektor pertanian masih membutuhkan sentuhan lebih Pemerintah, daripada terus sibuk mengurusi rencana meratifikasi FCTC,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Muhammad Sulton Fatoni, dalam diskusi bertajuk “FCTC, Ancaman Petani Tembakau” di Hotel Bintang, Jakarta, Kamis (19/12).

 

Petani di Indonesia, termasuk komoditas tembakau, disebut belum merasakan kehadiran Pemerintah secara penuh, utamanya dalam hal tata niaga hasil pertanian. Sejumlah peraturan yang diterbitkan belum mampu memberikan dampak positif. Sementara aturan yang berpihak dalam praktiknya tidak dibarengi dengan pengawasan maksimal.

 

Sulton menambahkan, Pemerintah perlu fokus menguatkan sektor pertanian dengan menyelesaikan segala macam permasalahan petani. “Bukan seperti sekarang yang terus sibuk akan meratifikasi FCTC, yang mana itu akan membuat kalangan petani semakin terpuruk,” tandasnya.

 

Merujuk pada hasil Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM WTO) ke-9 di Bali beberapa saat lalu, Pemerintah dinilai sudah semestinya tidak melanjutkan rencana meratifikasi FCTC.

 

"Butir-butir kesepakatan KTM WTO di Bali itu bukti Presiden melindungi petani dalam negeri, di mana peraturan menuju kedaulatan pangan pun sudah kita punya. Sekarang saatnya Pak SBY melanjutkan dengan tidak meratifikasi FCTC," kata Sulton.

 

Dorongan agar Pemerintah tidak meratifikasi FCTC sebelumnya disuarakan PBNU melalui diskusi bertajuk “Kampanye Komdom, Antirokok: Indah Tapi Manipulatif?” yang diselenggarakan awal pekan lalu. Bendahara Umum PBNU H Bina Suhendra yang hadir sebagai peserta di acara tersebut mengatakan, keinginan meratifikasi FCTC patut dicurigai bermuatan politik dagang yang kotor.

 

"Di pedagang kelontong pinggir jalan sekarang sudah gampang didapatkan rokok impor. Artinya apa? Ratifikasi FCTC berpotensi mematikan industri rokok dalam negeri, dan jika itu terjadi, produk rokok asing akan semakin membanjiri pasar kita," ujar doktor ahli kimia lulusan TH Darmsatdh, Jerman ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement