REPUBLIKA.CO.ID, Ormas Islam berupaya menggalang beragam dana untuk membiayai kegiatan dakwah di pedalaman. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) saat ini sedang merintis perkebunan sawit. Lahannya mengandalkan wakaf dari masyarakat.
Ketua Umum DDII Syuhada Bahri mengatakan, sudah ada 100 hektare lahan yang dimiliki. “Kami menargetkan 1.000 hektare,” katanya, Rabu (18/12). Mereka yang ingin membantu dapat mewakafkan uang tunai sebesar Rp 56 juta.
Uang sebanyak itu dapat digunakan untuk memperoleh satu hektare lahan perkebunan sawit. Syuhada yakin 1.000 hektare perkebunan sawit kelak terpenuhi. Paling tidak, kata dia, ada 100 ribu dari 250 juta warga Indonesia bersedia mengeluarkan Rp 56 juta hingga Rp 60 juta.
Syuhada mengatakan, dana besar sangat dibutuhkan untuk menggerakkan dakwah di pedalaman. Sayangnya, belum banyak Muslim yang mau membantu optimal gerakan tersebut. Dalam mengatasi kendala dana, selama ini DDII menggandeng pemerintah daerah.
Caranya, Syuhada menjelaskan, DDII ikut membantu melaksanakan program-program pemerintah, khususnya di daerah pedalaman. Meski ada kendala, dia menegaskan lembaganya tak akan berhenti. “Kendala kami anggap sebagai vitamin,” katanya.
Sudah ada 300 dai DDII yang disebar ke pelosok barat hingga timur pedalaman Indonesia. Ada juga dai yang ditugaskan ke perbatasan Indonesia, seperti Atambua, Merauke, Nias, dan Mentawai. Dalam waktu dekat, 50 dai akan dikirim ke Kepulauan Riau.
Dai di pedalaman tak sekadar mengajarkan Islam. Mereka juga mengembangkan komunitas dakwah. Di antaranya, bertani dan beternak. Masa tugas mereka biasanya dua tahun. Lalu, mereka digantikan rekan lainnya.
Selain itu, Ormas Islam Hidayatullah mengandalkan hasil perniagaan. Terutama, melalui penjualan majalah Suara Hidayatullah. Majalah ini biasanya disebarkan oleh para dai yang bertugas ke daerah atau pedalaman. Ada juga donasi dari umat Islam.
Kepala Bidang Pelayanan Umat Hidayatullah Asrif Amin mengatakan pemberdayaan dai dilakukan melalui 296 pesantren yang mereka miliki di seluruh Indonesia. Khusus wilayah Papua, Hidayatullah mengirimkan 1.000 dainya ke sana.
Mereka membuat dan mengaktifkan berbagai kegiatan keislaman melalui majelis taklim serta membina mualaf. Konflik internal suku di Papua menjadi kendala dakwah. Moda transportasi antarkota yang harus ditempuh dengan pesawat juga membutuhkan dana besar.
Asrif mengatakan, perkembangan Islam di Papua cukup pesat, tapi jarang diekspose. Dia juga yakin dakwah di Papua semakin besar. “Apalagi, tak ada resistensi dari masyarakat di sana. Ini memudahkan gerak para dai.”
Untuk dapat masuk dan diterima masyarakat, kata Asrif, para dai memulainya dengan mengajarkan keterampilan dasar, seperti membaca dan menulis. Warga yang tersentuh dan terbuka hatinya selama proses belajar itu, kemudian masuk Islam. Baik individu maupun kelompok.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Satori Ismail mengatakan, saat ini pihaknya kekurangan sumber daya manusia untuk berdakwah ke daerah. Sebab, ada juga kader daerah yang malah bertahan di Jawa setelah selesai mendalami ilmu di perguruan tinggi atau sekolah.
Walaupun masih terkendala pendanaan, kata dia, Ikadi tetap bertekad bisa berdakwah ke seluruh Indonesia. Termasuk, menyebarkan 10 ribu Alquran ke setiap pelosok negeri ini.