REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta segera mencopot Ratu Atut Chosiyah sebagai gubernur Banten. Hal ini untuk menjaga kewibawaan pemerintah Banten.
'' Jika masih diberikan kewenangan, maka akan menghilangkan kewibawaan pemerintah,'' ujar pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, kepada wartawan di sela-sela seminar Presiden Pilihan Perempuan yang digelar Alumni Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UI, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Sabtu (21/12).
Dikatakan Ikrar, salah satu kebijakan yang dipertanyakan terkait tanda tangan untuk pelantikan Wali Kota Tangerang. Padahal, Atut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
Jika Atut masih bisa menjalankan kekuasaannya di penjara, lanjut Ikrar, maka di mana akuntabilitas pemerintahan. Terlebih, Atut dipenjara karena terjerat dugaan kasus korupsi.
Ikrar memahami adanya ketentuan yang mengharuskan menunggu adanya keputusan hukum tetap dalam pencopotan jabatan. Oleh karena itu harus ada celah dalam undang-undang yang isinya wakil gubernur atau wakil bupati bisa mengambil alih pemerintahan bila gubernur atau kepala daerah terjerat kasus korupsi.
Keberadaan wakil, lanjut Ikrar, akan berperan sebagai pelaksana Gubernur Banten. Hal ini agar roda pemerintahan berjalan normal.
Mendagri sambung Ikrar, bisa memberhentikan sementara gubernur. Kebijakan ini sampai keluarnya keputusan hukum tetap di pengadilan.
Selain di pemerintahan, kata Ikrar, keberadaan Ratu Atut sebagai Ketua DPP Partai Golkar dipertanyakan. Idealnya, jika partai ingin mempertahankan suara di Banten dan mengembalikan citra maka Atut diberhentikan sementara waktu.
Hal ini kata Ikrar, sesuai dengan fatsun politik yang mengharuskan politisi tidak bersih harus diganti. Langkah ini untuk memulihkan citra kepemimpinan politik.