REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lima prajurit dan tiga militan tewas dalam bentrokan Senin setelah serangan terhadap posisi pasukan di Yaman selatan, kata satu sumber militer.
Menurut sumber itu, penyerang juga menculik empat prajurit dalam insiden tersebut.
Serangan itu dilakukan oleh kelompok separatis selatan, kata sumber tersebut, namun para pemimpin separatis membantah tuduhan itu.
"Penyerang dari Gerakan Selatan yang bersenjatakan senapan otomatis dan roket anti-tank melancarkan serangan itu, menghancurkan dua tank dan menewaskan lima prajurit," kata pejabat militer itu kepada AFP.
"Penyerang kehilangan tiga orang, namun mereka berhasil menculik empat prajurit," tambahnya.
Para pemimpin Gerakan Selatan membantah kelompoknya terlibat dalam serangan itu.
Ketegangan meningkat di Yaman selatan setelah bentrokan-bentrokan mematikan sepekan lalu dimana separatis menyerbu kantor gubernur dan mengibarkan bendera eks-Yaman Selatan. Bentrokan itu menewaskan dua polisi dan satu warga sipil.
Jumat, militer membom sebuah tenda pemakaman, menewaskan 19 orang, termasuk empat anak, kata aktivis dan sumber medis.
Yaman selatan juga merupakan pangkalan kelompok Alqaidah yang melancarkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan.
AS meningkatkan serangan pesawat tak berawak di Yaman sebagai bagian dari upaya menumpas Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP), yang dianggap oleh Washington sebagai cabang paling mematikan dari Alqaidah.
Militan Alqaidah memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Alqaidah dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Alqaidah Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Alqaidah.