REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, meninggal dunia dalam usia 85 tahun pada Sabtu (11/1) waktu setempat. Dia dikenal penuh kontroversi sepanjang karier politik dan militernya.
Sharon lahir pada 1928 di Palestina. Kedua orang tuanya, Shmuel dan Devorah Scheinerman, adalah imigran Yahudi dari Rusia setelah Perang Dunia I.
Sharon bergabung dengan militer Yahudi pada usia 14 tahun. Selama karier militernya sejak tahun 1948, ia telah melewati lima peperangan Israel.
Mengetahui ia tak akan pernah menjadi seorang jenderal, pada 1973 Sharon terjun ke dunia politik. Ia memilih bergabung dengan partai sayap kanan Likud.
Sharon menjadi menteri pertahanan Israel pada 1981. Setahun kemudian, ia memerintahkan invasi ke Lebanon. Perang di Lebanon berakhir dengan satu tragedi paling berdarah dalam sejarah kontemporer Timur Tengah.
Sekutu Israel, tentara Kristen Lebanon, menyerang kamp pengungsian Sabra dan Shatila di Beirut. Mereka membantai ratusan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, dengan disaksikan oleh pasukan Israel.
Sebuah komisi Israel menyatakan Sharon bertanggung jawab secara tidak langsung dan melarangnya memegang jabatan menteri pertahanan. Dalam sebuah wawancara, Sharon menyatakan menyesal atas pembantaian tersebut.
Pada 2000, dia menantang Benjamin Netanyahu atas kepemimpinannya di Likud. Ia lalu menjadi perdana menteri pada awal 2001.
Untuk menyelesaikan konflik Palestina, Sharon menarik seluruh pemukim dan tentara Israel dari Gaza pada Agustus 2005. Dia juga membangun tembok pemisah di sekitar Tepi Barat yang masih ada hingga kini.
Tokoh kontroversial ini terserang stroke pada Januari 2006. Saat itu dia tengah melakukan kampanye untuk membentuk partai politik baru Kadima.