REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminalisasi terhadap kontrak kerja sama pengelolaan minyak dan gas bumi atau Production Sharing Contract (PSC) menjadi salah satu penghambat investasi sektor migas.
"Terbukti hingga kini tidak ada investasi besar sektor migas yang masuk ke Indonesia," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Minggu, mengomentari kondisi investasi di sektor migas pada 2014.
Menurutnya, kriminalisasi terhadap kontrak migas, antara lain yang dialami PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dalam kasus bioremediasi, membuat calon investor khawatir kontraknya diintervensi oleh pihak lain.
Di sektor hulu migas Indonesia saat ini, kata Pri Agung, para investor takut dan malas masuk. Sedangkan yang sudah terlanjur masuk, hanya mau bertahan, tanpa mau menanamkan investasi lebih besar lagi. Mereka cuma melanjutkan, merawat fasilitas dan menjaga tetap berproduksi.
"Kita sulit berharap investasi yang besar pasca kasus bioremediasi. Misalnya investasi yang besar untuk EOR (Enhance Oil Recovery), tidak akan terjadi," ucapnya.
Bila kondisi ini terus berlanjut, imbuhnya, maka sulit berharap produksi minyak nasional bisa naik hingga di atas satu juta barel per hari, seperti yang ditargetkan pemerintah.
"Jangankan naik, bertahan saja sulit. Yang jelas produksi minyak akan terus turun akibat kondisi ini. Kontraktor migas yang ada hanya mau merawat lapangan, tapi takut investasi," tandasnya.
Menurut Pri, kalau ingin produksi minyak naik, mutlak dibutuhkan investasi. Baik untuk eksplorasi maupun untuk mengoptimalkan sumur produksi.
Dalam situasi seperti ini, kata Pri Agung, mestinya pemerintah turun tangan. Presiden harus meluruskan persoalan bioremediasi ini, agar tidak terus menghambat investasi.
Corporate Communication Manager Chevron Indonesia, Dony Indrawan, ketika diminta tanggapannya mengenai masalah tersebut menjelaskan bahwa Chevron senantiasa bekerjasama dengan lembaga pemerintah berwenang dalam menjalankan operasi migasnya.
Untuk proyek bioremediasi, lembaga yang berwenang telah mengkonfirmasi bahwa proyek telah taat hukum baik dari sisi pengadaan, izin dan juga keberhasilan pelaksanaannya.
Apalagi menurutnya tidak ada bukti kerugian negara dalam proyek ini. "Selain proyek bioremediasi masih sepenuhnya dibiayai oleh CPI juga sampai sidang putusan tahun 2013 lalu tidak jelas ada pelanggaran pidananya serta tak ada keuntungan yang dinikmati karyawan dan kontraktor CPI," ujar Dony.
Penanganan kasus ini sebagai kasus korupsi, lanjut Dony, telah mengabaikan konteks hukum yang menaungi operasi migas dan kesepakatan kontrak PSC yang ditandatangani pemerintah.
Selain menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi mengganggu investasi kasus bioremediasi juga terbukti telah melanggar HAM para karyawan dan kontraktor CPI sebagaimana laporan yang telah disampaikan Komnas HAM soal kasus ini, kata Dony.