REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso menyatakan Singapura tidak perlu meributkan, apalagi memprotes, penggunaan nama pahlawan Usman dan Harun untuk nama kapal perang TNI Angkatan Laut yakni KRI Usman-Harun.
"Singapura jangan aneh-anehlah, jangan merasa dia lebih hebat dari kita. Kenapa dia ribut Belanda yang lebih besar saja enggak ribut kita gunakan nama-nama musuh mereka dulu. Musuh mereka itu pahlawan kita," kata Sutiyoso di Jakarta, Senin.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, nama Soekarno, Mohammad Hatta, Sudirman, atau Diponegoro yang merupakan musuh Belanda di zaman penjajahan saat ini digunakan sebagai nama jalan atau bandar udara.
"Belanda sendiri enggak marah, begitu harusnya kita pakai (nama itu)," ujarnya.
Pria yang kerap disapa Bang Yos itu juga menilai politik luar negeri harus kuat agar bisa meningkatkan keamanan. Sebagai negara besar, Indonesia tidak bisa terus menerus "diledek" negara tetangga.
"Politik luar negeri kita jangan lembek seperti sekarang. Singapura itu negara kecil, berani 'nantangin kita'. Dia kaya karena orang kita sering ke sana saja," katanya.
Mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus itu juga menyatakan sangat mengapresiasi jasa Usman dan Harun karena telah mempertaruhkan nyawa dalam mengemban tugas negara.
"Saya sangat memberikan apresiasi kepada dua manusia katak marinir itu, mereka mempertaruhkan nyawanya untuk republik, mengemban amanah negara. kita patut hargai mereka, jangan mundur karena itu. Kalau perlu, (namanya) ditulis lebih besar lagi di atas kapal," ujarnya.
Sebelumnya Pemerintah Singapura menyatakan keprihatinannya atas penamaan kapal perang baru milik TNI Angkatan Laut dengan nama KRI Usman-Harun.
Penamaan kapal itu diambil dari nama dua pahlawan nasional Indonesia yaitu Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said. Kedua pahlawan itu mengebom MacDonald House, Orchard Road, Singapura yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.
Sementara itu Pemerintah Indonesia menyatakan penamaan KRI itu sudah sesuai tatanan, prosedur, dan penilaian yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, pemerintah menegaskan tidak boleh ada satu negara pun yang mengintervensi Indonesia untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan.